Notaris adalah salah satu pejabat umum yang berwenang dalam membuat akta autentik. Akta Notaris sebagai akta autentik yang memiliki kekuatan pembuktian yang sempurna. Akta Autentik yang dibuat oleh Notaris harus memenuhi syarat formil dan materiil, serta syarat sah perjanjian, apabila dalam hal Notaris tidak memenuhi salah satu syarat maka suatu akta notaris dapat dinyatakan cacat hukum yang menyebabkan kebatalan atau ketidakabsahan akta Notaris. Fokus Penelitian ini adalah Akibat dari ketidakhatian Notaris dalam membuat produk hukumnya dengan pendekatan kasus terhadap Putusan Nomor 74/PDT/2021/PT.BTN. Penelitian ini menyimpulkan bahwa LI sebagai Notaris melakukan pelanggaran prosedur dalam pembuatan akta dengan tidak menerapkan prinsip kehati-hatian, dimana akta yang diterbitkan Notaris tersebut yaitu akta Pernyataan Keputusan Rapat  Nomor 01 tanggal 05 Oktober 2015 dinyatakan cacat hukum dan dibatalkan beserta dengan turunannya, serta LI  mendapat sanksi berupa teguran tertulis. Tujuan Penulisan ini untuk menganalisa dan mengkaji terkait penerapan prinsip kehati hatian seorang Notaris dalam membuat Akta Pernyataan Keputusan Rapat (PKR) yang didasarkan pada risalah Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dalam Putusan Pengadilan Tinggi Nomor 74/PDT/2021/PT BTN. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus dan perudang-undangan.

The financial services sector, which is one of the main pillars in people's lives, has experienced rapid development. However, this progress also brings various challenges, especially related to fundamental problems in the financial sector. Financial problems in society are increasingly diverse so that the law is required to be more adaptive in responding to these problems considering that the law is basically a reflection of the will of the community. Strengthening the role of the Financial Services Authority (OJK) after the enactment of Law Number 4 of 2023 concerning the Development and Strengthening of the Financial Services Sector (UU P2SK) which includes provisions that every action and decision taken by OJK based on the law cannot be used as an object of lawsuit in state administration. This provision has a direct impact on the financial services industry and society, especially if OJK's decision has negative consequences for them. This study aims to analyze the impact of the P2SK Law on national and state life, especially in relation to the duties and functions of OJK. To achieve this goal, this study uses a literature study method to examine various views related to legal doctrines that affect financial institutions. The results of the study indicate an expansion of OJK's supervisory duties and functions, especially in the field of digital finance and education for the public. This expansion of authority is a challenge for OJK to play a role as a solution in overcoming various financial problems that occur in society.

This research is based on the issue of lack of contempt of court statutes and the common practice of denigrating judiciaries in trials. Background of the study is due to common practice of integrity abuse and lack of judiciary’s dignity protection that pushes the need for contempt of court statute formulation. The paper then formulates two research questions, namely how the regulation of contempt of court would revitalize court’s dignty and how regulation can be formulated for legal remedy towards tainted legal process. The methodology of the research is based on normative research that applied statute approach, conceptual approach, case approach, and philosophical approach. The research has considered previous researches such as Probo, Perbawati, Santoso, Gayatri, and Rachman’s research. The development of contempt of court in the last 5 to 10 years showed that contempt of court regulation has been better formulated through Act 1 of 2023, but it didn’t specify types of contempt of court. The result showed that contempt of court statute should regulate specifically regarding act of denigrating court’s dignity and reformulation of retrial legal remedy for tainted legal process.

Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020 memberikan kepastian hukum terkait keberlakuan UU Cipta Kerja dengan keputusan inkonstitusional bersyarat selama dua tahun. Artinya, dalam jangka waktu dua tahun, pembentuk undang-undang diharapkan melakukan perbaikan terhadap UU Cipta Kerja. Jika tidak, UU tersebut akan secara otomatis tidak berlaku. Dengan menggunakan metode yuridis-normatif, penelitian ini mengkaji berbagai produk hukum yang lahir pasca Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, serta berbagai tantangan dalam proses tindak lanjutnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa UU No. 13 Tahun 2022 dan UU No. 6 Tahun 2023, sebagai tindak lanjut dari Putusan MK No. 91/PUU-XVIII/2020, belum sepenuhnya memenuhi ekspektasi publik. UU No. 13 Tahun 2022 yang dihasilkan melalui proses legislasi cepat (fast track legislation), serta UU No. 6 Tahun 2023 yang merupakan perubahan atas UU Cipta Kerja, menimbulkan pertanyaan terkait dengan pemenuhan prinsip partisipasi publik yang bermakna, yang sebelumnya diidentifikasi sebagai masalah.

Indonesia memiliki keanggotaan di BRICS dan ASEAN yang memberikan peluang besar dalam perdagangan, investasi, dan diplomasi, namun menghadapi tantangan harmonisasi hukum ekonomi antara kedua blok. BRICS berfokus pada proteksionisme dan infrastruktur, sedangkan ASEAN mendorong integrasi pasar bebas menciptakan kompleksitas bagi Indonesia dalam menjaga keseimbangan kebijakan nasional dan internasional. Pengembangan kerangka hukum yang fleksibel namun kokoh sangat diperlukan untuk mengelola dinamika perbedaan regulasi di kedua organisasi tanpa mengorbankan kedaulatan Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis strategi hukum yang dapat diterapkan Indonesia untuk mengatasi tantangan harmonisasi regulasi ekonomi internasional antara BRICS dan ASEAN. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis-normatif, dengan menganalisis data sekunder dari bahan-bahan hukum primer, sekunder, dan tersier.  Hasil penelitian menunjukan bahwa Indonesia memainkan peran strategis dalam menjembatani konflik hukum ekonomi antara BRICS dan ASEAN yang memiliki prinsip ekonomi berbeda dimana BRICS mendukung proteksionisme, sementara ASEAN mendorong liberalisasi pasar. Keanggotaan Indonesia di kedua blok ini menciptakan tantangan dalam harmonisasi regulasi, terutama ketika Indonesia juga terlibat dalam perjanjian multilateral seperti WTO dan G20. Dengan memanfaatkan posisinya Indonesia dapat memperkuat ekonominya dan mempengaruhi kebijakan global sambil menjaga kedaulatan hukum ekonomi nasional.

Penataan Ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan (PUPR) Kota Bima memiliki wewenang dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang. Kota bima dalam pelaksanaannya masih terjadi pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan pemerintah. Adapun identifikasi masalahnya, bagaimana pelaksanaan kewenangan Dinas PUPR Kota Bima dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang? dan bagaimana kendala yang dihadapi oleh Dinas PUPR Kota Bima dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang berdasarkan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang? Teori yang digunakan yaitu, teori kewenangan dan teori tata ruang. Metode yang digunakan yaitu, metode yuridis empiris dengan analisis data melalui pendekatan kualitatif menggunakan data primer berupa wawancara dengan narasumber dari Bidang Penataan Ruang Dinas PUPR Kota Bima, dan data sekunder. Hasil penelitian, Dinas PUPR Kota Bima menjalankan kewenangannya dalam mewujudkan penyelenggaraan penataan ruang sudah sesuai dengan ketentuan pada Pasal 11 Ayat (1) dan Ayat (2) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Kesimpulan dari penelitian ini adalah, kewenangan Dinas PUPR Kota Bima diperoleh secara delegasi dan melaksanakan kewenangannya berupa pengaturan, pembinaan, perencanaan, pemanfaatan, dan pengendalian ruang. Kegiatannya berupa penerbitan Peraturan Daerah dan Peraturan Walikota, serta sosialisasi kepada masyarakat. Mereka juga bertanggung jawab atas penyusunan rencana tata ruang, koordinasi pemanfaatan ruang, penetapan zonasi, perizinan, serta pengawasan melalui pemantauan dan evaluasi, dan pelaporan. Terdapat 4 faktor kendala, yaitu kompetensi SDM penyelenggara penataan ruang yang belum memadai, masih terdapat peraturan perundangan terkait ruang yang perlu disinkronkan, keterbatasan anggaran yang kurang mendukung penyelenggaraan tata ruang, dan masih terbatasnya sistem informasi penataan ruang. Sarannya bahwa Dinas PUPR Kota Bima perlu meningkatkan sosialisasi dan sistem informasi tata ruang.

The enjoyment and utilization of the environment is the right of the people of Indonesia as guaranteed under the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Therefore, the Government of the Republic of Indonesia issued Law Number 32 of 2009 on the Protection and Management of Environment (Environment Law) as the embodiment of the rights of the people of Indonesia to enjoy and utilize the environment. As time flew by, the execution of the Environment Law encountered issues due to violations toward said law, such as environment destruction in the form of land clearing by means of burning. Since the issuance of the Environment Law, violations have been carried out by several parties, including but not limited to law enforcers, business owners, and the people of Indonesia themselves. This research focuses on the prohibition toward environment destruction in the form of land clearing by means of burning as well as the reasons and the sociological factors affecting the effectiveness of the implementation of the environmental laws. This research is aimed to identify the main factors affecting the failure of the enforcement of the Environment Law as well as other environmental laws and regulations. In addressing the said issues, this research utilizes the normative legal research methodology towards secondary data consisting of environmental laws, analyzed using the qualitative data analysis methodology. In conclusion, ineffectiveness of Indonesian environment laws are due to weakness in its enforcement, ambiguity in its norms, and failure of Indonesian legal culture to adhere to its legal principles.

The growth of e-commerce and online transactions has changed the trade landscape, but has also raised a number of legal challenges regarding consumer rights. Through a juridical approach, this research explores various aspects of legal protection provided to consumers in online transactions, including applicable regulations, obligations of business actors, and dispute resolution mechanisms. The aim of this study is to analyze juridically the legal protection of consumers in online transactions and steps to prevent illegal practice procedures. Method The research was conducted qualitatively with normative juridical and utilized journals and relevant books. The study results show that Indonesia has several foundations laws that protect consumer rights in online transactions, namely legislation consumer protection, trade legislation, Ministerial Regulations Trade Number 53 of 2018 concerning Procedures for Resolving Consumer Disputes Electronically and Government Regulation Number 99 of 2018 concerning Protection Consumers Through Electronic Commerce. Consumers who feel disadvantaged online transactions can take legal steps to protect their rights, including reporting the case to the Consumer Dispute Resolution Agency (BPSK) or the online platform used. It is recommended for consumers to understand, understand their rights when making online purchases, and read the terms and conditionsonline transaction terms before making a purchase.

This study examines positive law and Islamic law regarding patients' rights to access and confidentiality of medical records. Health is a crucial component of human life that requires special attention, both in terms of healthcare services and the protection of patients' rights. The right to access and confidentiality of medical records is one of the essential rights held by patients. Medical records encompass all of a patient's medical history, including diagnoses, treatments, and health conditions. Given the unique nature of this research subject, the method employed is a normative juridical descriptive analysis. This study adopts a comparative approach and focuses on primary legal materials, including theories, concepts, principles, and relevant legal regulations. It is recognized as a library research approach, which involves collecting data from literature, legislation, and book studies. According to Islamic law, strong confidentiality is required to uphold patients' rights to access their medical records. Although patients have the right to know what is recorded in their medical records, doctors and healthcare providers must ensure that this information is not used unethically or in violation of the patient's privacy. Among the universal humanitarian values is the right of patients to access their medical records and the protection of their confidentiality. Both Islamic law and positive law emphasize the importance of maintaining a balance between patients' rights to know their medical information and the obligation of healthcare providers to safeguard the confidentiality of that information. This principle aims to protect patients' rights, preserve their dignity, and build trust between patients and healthcare professionals

Menghadapi pemilihan umum 2024 perlu adanya suatu edukasi politik untuk memberikan pencerahan kepada masyarakat guna memberikan pilihan yang rasional terhadap para calon yang bertanding di pemilu 2024 sehingga melahirkan sosok pemimpin yang kompeten. Salah satu yang terlibat dalam memberikan sosialisasi politik melalui andil dari media massa. Namun pada realita yang terjadi di masyarakat masih saja termakan berita hoaks dan juga terjerumus praktik pemilu yang kotor. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dampak dari pemberitaan Surat Kabar Fajar Cirebon dalam pendidikan politik pada Pemilu 2024 di Kota Cirebon serta mengkaji dampak dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers terhadap pemberitaan media massa dalam menyediakan informasi pendidikan politik. Penelitian ini menggunakan metode yuridis empiris melalui pendekatan penelitian studi kasus. Data yang dihimpun melalui cara wawancara, observasi, dokumentasi kemudian dianalisis melalui metode analisis deskriptif. Dapat diketahui hasil kajian ini bahwa dampak pemberitaan Fajar Cirebon dalam pendidikan politik pada pemilu 2024 di Kota Cirebon yakni, dapat berdampak sebagai pembentuk opini publik dengan menyediakan wadah bagi calon yudikatif atau calon legislatif untuk menuangkan gagasannya melalui berbagai platform yang tersedia di Fajar Cirebon. Selain itu, media massa berdampak sebagai penyeimbang dan pengawas pemilu. Kemudian terkait dampak UU Pers terhadap pemberitaan media massa dalam menyediakan informasi pendidikan politik dapat memberi manfaat yang dirasakan masyarakat seperti akses informasi politik yang mudah dan tingkat akurasi kebenarannya terjamin, media massa bisa hadir untuk memberi rujukan terhadap isu yang bertebaran. Serta terkait memproduksi informasi media massa akan lebih leluasa karena kebebasannya dijamin oleh negara.