PEMIDANAAN TERHADAP PELAKU TINDAK PIDANA PENIPUAN INVESTASI BODONG DALAM PUTUSAN NO.2/PID.B/2022/PN.JPA
(Asabela Laila Permatasari, Subaidah Ratna Juita, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v6i1.11628
- Volume: 6,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-Apr-2025
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
This study aims to analyse the punishment of the perpetrators of fraudulent investment based on Decision No.2/Pid.B/2022/PN.JPA at the Jepara District Court. This case involved the defendant Yenimatul Anggraini who was sentenced to imprisonment for three years because she was found guilty of committing fraud which resulted in material losses for many victims. This research uses normative juridical method with case approach and legislation supported by primary and secondary data. The results showed that the criminalisation of the perpetrators of fraudulent investment is based on various considerations, including material losses experienced by victims, social and psychological impacts, and evidence presented during the trial. The judge considered the victim's testimony, evidence of fund transfers, and the overall impact on the victim's life. In addition, this research found that sentencing aims not only to punish the perpetrator but also to provide a deterrent effect and prevent similar incidents in the future. This reflects the importance of sentencing as a tool to protect society and provide justice for victims. This research recommends strengthening regulation and supervision of investment activities to prevent fraudulent investment. In addition, public education on the risks and signs of investment fraud needs to be improved to protect potential investors. Efforts to provide restitution to victims must be strengthened so that victims can recover from their losses. Sentencing policies also need to be further developed to ensure that the penalties imposed on perpetrators can provide an effective and fair deterrent effect. Cooperation between law enforcement agencies, financial institutions, and educational institutions should be improved to create a more effective system in preventing and handling fraudulent investment cases.
Abstrak
Pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penipuan investasi bodong berdasarkan Putusan No.2/Pid.B/2022/PN.JPA di Pengadilan Negeri Jepara. Kasus ini melibatkan terdakwa Yenimatul Anggraini yang dijatuhi pidana penjara tiga tahun dikarenakan telah terbukti melakukan kesalahan dengan tindakan penipuan yang mengakibatkan kerugian materiil dan menimbulkan banyak korban. Tindak pidana penipuan investasi bodong ini semakin marak serta merusak kepercayaan masyarakat terhadap sistem investasi. Penelitian ini mempergunakan metode yuridis normatif melalui pendekatan kasus beserta peraturan perundang-undangan, juga data sekunder yang menjadi data utama yang didukung data primer. Hasil penelitian memperlihatkan bahwasanya pemidanaan pada pelaku tindak pidana penipuan investasi bodong didasarkan pada berbagai pertimbangan, termasuk kerugian materiil korban, dampak sosial dan psikologis, serta bukti-bukti persidangan. Hakim mempertimbangkan alat bukti dan keterangan korban, seperti bukti transfer dana, dan dampak keseluruhan pada kehidupan korban. Pemidanaan tidak hanya memiliki tujuan menghukum pelaku melainkan juga membentuk efek jera serta menjadi pencegah akan adanya kejadian yang sama di masa mendatang. Hal ini mencerminkan pentingnya pemidanaan sebagai alat melindungi masyarakat dan memberikan keadilan bagi korban. Edukasi masyarakat mengenai risiko dan tanda- tanda penipuan investasi perlu ditingkatkan untuk melindungi calon investor. Upaya untuk memberikan restitusi kepada korban harus diperkuat agar korban dapat pulih dari kerugian yang dialami. Kebijakan pemidanaan perlu dikembangkan lebih lanjut untuk memastikan hukuman yang dijatuhkannya pada pelaku mampu menjadikan efek jera yang efektif dan adil. Kerjasama antara lembaga penegak hukum, lembaga keuangan, sekaligus institusi pendidikan perlu melakukan peningkatan untuk menciptakan sistem yang cenderung efektif dalam menjadi pencegah beserta menangani kasus penipuan investasi bodong.
|
0 |
2025 |
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI ANAK KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DITINJAU DARI ASPEK VIKTIMOLOGI : STUDI DINAS PEMBERDAYAAN PEREMPUAN DAN PERLINDUNGAN ANAK KOTA SEMARANG
(Sukaenah Al-Aydrus, Subaidah Ratna Juita, Ani Triwati, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v5i2.10232
- Volume: 5,
Issue: 2,
Sitasi : 0 01-Oct-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Home, which should be the safest and most comfortable place, is actually a place where most women and children face suffering. The position of women and children as victims is very vulnerable because of gender differences that cause injustice, such as one of the murder cases handled by DP3A related to children who were victims of domestic violence, making it interesting to study in terms of victimology. The formulation of the problem in this study is the Implementation of legal protection for children who are victims of domestic violence at the Semarang City Women's Empowerment and Child Protection Service and Analysis of victimology for children who are victims of domestic violence at the Semarang City Women's Empowerment and Child Protection Service. The type of research used is sociological juridical, with analytical descriptive research specifications. The sampling method uses non-random sampling at the Semarang City Women's Empowerment and Child Protection Service with a qualitative analysis method. The results of this study are that the implementation of protection for child victims of domestic violence is not optimal, because there is no supervision related to the implementation of protection from the Semarang City Women's Empowerment and Child Protection Service, and based on the analysis of victimology for child victims of domestic violence, the rights needed by child victims can be identified so that they can help fulfill the rights of child victims of domestic violence.AbstrakRumah yang seharusnya menjadi tempat paling aman dan nyaman, justru bagi sebagian besar perempuan dan anak rumah menjadi tempat mereka menghadapi penderitaan. Posisi perempuan dan anak sebagai korban sangatlah rentan karena perbedaan gender yang menimbulkan ketidakadilan seperti adanya salah satu kasus pembunuhan yang ditangani DP3A berkaitan dengan anak korban kekerasan dalam rumah tangga sehingga menarik untuk dikaji dalam aspek Viktimologi. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Implementasi perlindungan hukum terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang dan Analisis viktimologi terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang. Jenis penelitian yang digunakan yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Metode penentuan sampel menggunakan nonrandom sampling di Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak dengan metode analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah implementasi perlindungan terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga belum optimal, dikarenakan tidak ada pengawasan terkait pelaksanaan perlindungan dari Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Semarang, serta berdasarkan analisis Viktimologi terhadap anak korban kekerasan dalam rumah tangga dapat diidentifikasi hak-hak yang dibutuhkan oleh anak korban sehingga dapat membantu pemenuhan hak anak korban kekerasan dalam rumah tangga.
|
0 |
2024 |
PERLINDUNGAN HUKUM BAGI JUSTICE COLLABORATOR: STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 789/PID.B/2022/PN.JKT SEL
(Kumala Wahyu Paldina, Ani Triwati, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v5i1.9013
- Volume: 5,
Issue: 1,
Sitasi : 0 30-May-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Justice collaborators have an important role because they have a key role in uncovering criminal acts that are difficult to uncover, providing information to law enforcement officials and provide witness statements in the judicial process. One case of a justice collaborator is in decision number 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel, in that decision RE was designated as a justice collaborator and the defendant was declared legally proven to have committed a criminal act of participating in premeditated murder. A person who becomes a justice collaborator has the right to receive legal protection. The focus of the problem in this research is how justice collaborators are regulated in the criminal justice system in Indonesia and what is the legal protection for justice collaborators in decision number 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel. The aim of this research is to analyze the regulation of justice collaborators in the criminal justice system in Indonesia and analyze the legal protection for justice collaborators in decision number 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel. The type of research used is normative juridical research using a case approach. The research specifications used are analytical descriptive and data collection methods using library research. Next, the data was analyzed qualitatively. The regulation of justice collaborators in the criminal justice system in Indonesia has been regulated in the ratification of laws originating from international documents and national laws which provide regulations regarding the existence of justice collaborators. RE defendants receive a form of legal protection in the form of physical and psychological protection, special treatment in the form of separate places of detention, separate filings, giving testimony in front of the trial without dealing directly with other defendants, while awards are given in the form of reduced sentences, conditional release, and additional remissions. AbstrakJuctice collaborator memiliki peranan yang penting karena mempunyai peran kunci dalam mengungkap suatu tindak pidana yang sulit untuk diungkap, memberikan informasi kepada aparat penegak hukum dan memberikan keterangan saksi di dalam proses peradilan. Salah satu kasus adanya justice collaborator yaitu dalam putusan nomor 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel, dalam putusan tersebut RE ditetapkan sebagai jusctice collaborator dan terdakwa dinyatakan terbukti secara sah melakukan tindak pidana turut serta melakukan pembunuhan berencana. Seseorang yang menjadi justice collaborator berhak untuk mendapatkan perlindungan hukum. Fokus permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pengaturan justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan bagaimana perlindungan hukum bagi justice collaborator dalam putusan nomor 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaturan justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia dan menganalisis perlindungan hukum bagi justice collaborator dalam putusan nomor 789/Pid.B/2022/PN.Jkt Sel. Jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan kasus. Spesifikasi penelitian yang digunakan yaitu deskriptif analitis dan metode pengumpulan data dengan studi pustaka. Selanjutnya data dianalisis dengan kualitatif. Pengaturan justice collaborator dalam sistem peradilan pidana di Indonesia telah diatur dalam ratifikasi undang-undang yang berasal dari dokumen internasional dan undang-undang nasional yang memberikan pengaturan terkait keberadaan justice collaborator. Terdakwa RE mendapatkan bentuk perlindungan hukum berupa perlindungan fisik dan psikis, penanganan secara khusus berupa pemisahan tempat penahanan, pemisahan pemberkasan, memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa berhadapan langsung dengan terdakwa lain, sedangkan pemberian penghargaan berupa keringanan penjatuhan pidana, pembebasan bersyarat, remisi tambahan.
|
0 |
2024 |
PEMIDANAAN TERHADAP ANGGOTA TNI PELAKU TINDAK PIDANA PENELANTARAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PUTUSAN NOMOR 1-K/PM II-10/AD/I/2022
(Meilina Putri Permatasari, Muhammad Iftar Aryaputra, Subaidah Ratna Juita)
DOI : 10.26623/slr.v5i1.8686
- Volume: 5,
Issue: 1,
Sitasi : 0 01-May-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Harmony in the family is a dream for everyone, but in reality, acts of domestic violence, in this case neglect in the household, are rampant in Indonesian society. The same goes for TNI members, as citizens who undergo special education and are given special authority by the state, they may not be appropriate to commit such crimes because it can tarnish the good name of their institution. One case of neglect in the household by TNI members is the Decision of the Military Court II-10 Semarang Number 1-K/PM II-10/AD/I/2022. This study aims to determine the judge’s consideration in imposing criminal sanctions against TNI members who commit crimes of neglect in the household in decision number 1-K/PM II-10/AD/I/2022 and to find out the sentencing of TNI members who commit crimes of neglect in the household in decision number 1-K/PM II-10/AD/I/2022. This research uses a type of normative juridical research that emphasizes research on applicable regulations or based on secondary data. The results of the study show that the judge’s consideration plays an important role in the imposition of criminal sanctions for the perpetrator, the judge has paid attention to the facts collected in the trial based on juridical and n”n-juridical considerations. This study also shows the sentencing of perpetrators of crimes of neglect in the household, the panel of judges stated that the Defendant AB was legally and convincingly guilty of committing crimes of neglect in the household in accordance with the provisions of Article 49 letter a jo Article 9 paragraph (1) Law Number 23 Year 2004 concerning the Elimination of Domestic Violence, the perpetrator was sentenced to prison for 6 (six) months with a probation period of 8 (eight) months. AbstrakKeharmonisan dalam keluarga merupakan dambaan bagi semua orang, namun pada kenyataannya tindakan kekerasan dalam rumah tangga dalam hal ini penelantaran dalam rumah tangga marak terjadi dalam masyarakat Indonesia. Sama halnya dengan anggota TNI, sebagai warga negara yang menempuh pendidikan khusus dan diberikan wewenang khusus oleh negara, mungkin tidak sepantasnya melakukan tindak pidana tersebut karena dapat mencoreng nama baik institusinya. Salah satu kasus penelantaran dalam rumah tangga oleh anggota TNI yaitu Putusan Pengadilan Militer II-10 Semarang Nomor 1-K/PM II-10/AD/I/2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap anggota TNI pelaku tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga dalam putusan nomor 1-K/PM II-10/AD/I/2022 dan untuk mengetahui pemidanaan terhadap anggota TNI pelaku tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga dalam putusan nomor 1-K/PM II-10/AD/I/2022. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif yaitu menekankan penelitian pada peraturan-peraturan yang berlaku atau berdasarkan pada data sekunder. Hasil penelitian menunjukan bahwa pertimbangan hakim berperan penting terhadap penjatuhan sanksi pidana bagi pelaku, hakim telah memperhatikan fakta-fakta yang terkumpul didalam persidangan berdasarkan pada pertimbangan yuridis dan nonyuridis. Penelitian ini juga menunjukan pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga, Majelis hakim menyatakan bahwa Terdakwa AB terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana penelantaran dalam rumah tangga sesuai ketentuan Pasal 49 huruf a jo Pasal 9 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, pelaku dijatuhi pidana penjara selama 6 (enam) bulan dengan masa percobaan 8 (delapan) bulan.
|
0 |
2024 |
Pendekatan Keadilan Restoratif Sebagai Alternatif Penyelesaian Tindak Pidana Korupsi
(Arsya Yustisia Zahra, Ani Triwati, Muhammad Iftar Aryaputra, Feri Abraham)
DOI : 10.26623/julr.v6i3.6758
- Volume: 6,
Issue: 3,
Sitasi : 0 14-Dec-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
The purpose of this study is to analyze the restorative justice approach as an alternative to solving corruption by returning state financial losses which are efforts to recover from perpetrators of corruption. The restorative justice approach is a popular approach in recent years, it is possible that this approach can be implemented in corruption crimes. This study uses a normative juridical method with descriptive analytical research specifications. The results of this study indicate that the indicator of restorative justice here is the return of state financial losses. Meanwhile, Article 4 of the PTPK Law regulates the recovery of these losses does not eliminate the punishment of perpetrators of corruption which can be interpreted that Article 4 does not provide loopholes in the application of restorative justice. The application of restorative justice is interpreted not to erase the punishment of the perpetrator but rather to return state finances so that it does not conflict with Article 4, because it will be considered by the judge in imposing a sentence as a mitigating factor. Based on the research results, it is possible to have a restorative justice approach to solve corruption crimes based on SEJA. However, there are several requirements that have been regulated in the SEJA with the criteria of considering small losses, a sense of public awareness that returns state financial losses, and not being continuous. Restorative justice aims at recovering state finances so that the judicial process can stop and can also be followed up. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk menganalisis pendekatan keadilan restoratif sebagai alternatif penyelesaian tindak pidana korupsi dengan mengembalikan kerugian keuangan negara yang merupakan upaya pemulihan dari pelaku tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa indikator adanya keadilan restoratif disini adalah pengembalian kerugian keuangan negara. Sedangkan, Pasal 4 UU PTPK mengatur pengembalian kerugian tersebut tidak menghapuskan dipidananya pelaku tindak pidana korupsi yang dapat diartikan bahwa Pasal 4 tidak memberikan celah dalam penerapan keadilan restoratif. Penerapan keadilan restoratif dimaknai tidak menghapus dipidananya pelaku tetapi lebih kepada pengembalian keuangan negara sehingga tidak bertentangan dengan Pasal 4, karena akan menjadi pertimbangan hakim dalam penjatuhan hukuman sebagai faktor yang meringankan. Berdasarkan hasil penelitian dimungkinkan adanya pendekatan keadilan restoratif untuk menyelesaiakan tindak pidana korupsi yang didasarkan pada SEJA. Namun terdapat beberapa persyaratan yang telah diatur dalam SEJA tersebut dengan kriteria yaitu mempertimbangkan kerugian kecil, adanya rasa kesadaran masyarakat yang mengembalikan kerugian keuangan negara, dan tidak bersifat terus menerus. Keadilan restoratif bertujuan sebagai pemulihan keuangan negara sehingga proses peradilan dapat berhenti dan dapat pula ditindaklanjuti.
|
0 |
2023 |
IMPLEMENTASI ASAS ULTIMUM REMEDIUM TERHADAP TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA DALAM PUTUSAN NO. 148/PID.SUS/2020/PN.SMN
(Yuliana Nur Hayati, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v4i2.7720
- Volume: 4,
Issue: 2,
Sitasi : 0 08-Oct-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Ultimum remedium sebagai salah satu asas dalam hukum pidana memiliki kedudukan yang cukup signifikan mengingat asas merupakan pondasi. Ultimum remedium berarti hukum pidana sebagai obat terakhir atau the last resort. Di dalam ranah pengadilan, hakim dapat mempertimbangkan penerapan ultimum remedium atau atas perkara tersebut hukum pidana merupakan obat terakhir karena tidak memungkinkan untuk dijatuhi hukuman yang lain. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui kedudukan asas ultimum remedium dalam hukum pidana dan mengetahui implementasi asas ultimum remedium terhadap tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga dalam Putusan No. 148/Pid.Sus/2020/PN.Smn dikaitkan dengan kedudukan ultimum remedium dalam penegakan hukum dan tujuan pemidanaan. Penelitian ini merupakan penelitian yuridis normatif. Penulis menggunakan metode pendekatan perundang – undangan dan pendekatan Kasus. Penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yaitu menelaah kenyataan atau keadaan hukum yang terjadi di lapangan kemudian dikaji atau dianalisis untuk menghasilkan suatu kesimpulan tertentu didasarkan pada peraturan perundang – undangan yang berlaku dan penelitian - penelitian lainnya yang terkait dengan tema yang diangkat. Ultimum remedium dalam hukum pidana bisa berkedudukan di tingkatan sebelum ranah pengadilan. Atau, bisa juga berkedudukan di ranah pengadilan dalam konsep ketika upaya - upaya hukum sebelumnya yang sudah ditempuh tidak tercapai perdamaian antara pelaku tindak pidana dengan korban. Penggunaan asas ultimum remedium dalam menjatuhkan putusan No. 148/Pid.Sus/2020/PN.Smn. sudah tepat karena mengingat perkara tersebut sudah dalam ranah peradilan, sehingga hukum pidana adalah sebagai obat terakhir untuk mengadili Terdakwa. Namun, dengan tetap mempertimbangkan tujuan pemidanaan.
|
0 |
2023 |
PENINGKATAN PEMAHAMAN MENGENAI PERLINDUNGAN BAGI ANAK YANG BERHADAPAN DENGAN HUKUM DI DESA PONCORUSO, KECAMATAN BAWEN, KABUPATEN SEMARANG
(Ani Triwati, B. Rini Heryanti, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/kdrkm.v4i1.7113
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 11-Jul-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
<p>Anak yang berhadapan dengan hukum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (Undang-Undang SPPA), meliputi anak yang berkonflik dengan hukum, anak korban dan anak saksi. Negara mempunyai kewajiban untuk memberikan perlindungan dan pemenuhan hak anak, termasuk anak yang berhadapan dengan hukum. Dalam upaya perlindungan terhadap anak, kepentingan terbaik bagi anak merupakan pertimbangan utama dalam pengambilan keputusan berkaitan dengan anak khususnya anak yang berhadapan dengan hukum. Perlindungan bagi anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan pidana anak, belum sepenuhnya dipahami oleh masyarakat, sehingga diperlukan peningkatan pemahaman melalui pengabdian kepada masyarakat. Tim Pengabdian dari Universitas Semarang melakukan PkM dalam bentuk penyuluhan di Desa Poncoruso, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang. Metode yang digunakan dalam PkM ini adalah penyuluhan dan tanya jawab, untuk mengetahui pemahaman peserta selama ini mengenai perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum. Peningkatan pemahaman masyarakat Desa Poncoruso, Kecamatan Bawen, Kabupaten Semarang mengenai perlindungan anak yang berhadapan dengan hukum dalam sistem peradilan pidana anak dilihat dari berbagai pertanyaan berkaitan dengan tema yang dibahas kepada Tim Pengabdian, di antaranya mengenai anak yang melakukan tindak pidana atau anak yang berkonflik dengan hukum, kesepakatan diversi dan perlindungan bagi anak yang terlibat dalam tindak pidana (anak yang berhadapan dengan hukum).</p>
|
0 |
2023 |
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN TERHADAP ANAK KORBAN KEKERASAN SEKSUAL DI DP3A KOTA SEMARANG
(Ayu Wulandari Nur Abadi, Subaidah Ratna Juita, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v4i1.6582
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 01-May-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Maraknya kekerasan seksual di Kota Semarang yang menjadikan anak sebagai korbannya. Kasus kekerasan seksual yang terjadi di Kota Semarang ditangani langsung oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Semarang. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu implementasi perlindungan yang diterapkan mengenai kekerasan seksual terhadap anak korban di DP3A Kota Semarang serta faktor yang menjadi penghambat dalam implementasi perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual di DP3A Kota Semarang dan upaya mengatasi hambatan tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah hukum empiris dengan pendekatan sosiologis. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan studi kepustakaan dan wawancara. Bentuk perlindungan terhadap anak korban kekerasan seksual secara abstrak dari DP3A Kota Semarang dapat berupa pelaksanaan sosialisasi peraturan perundang- undangan yang berkaitan dengan kekerasan berbasis gender dan anak, serta penyelenggaraan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kekerasan berbasis gender dan anak. DP3AKota Semarang juga menyusun bahan rumusan perundang- undangan lainnya yang berkaitan dengan perlindungan anak dan kekerasan seksual. Hambatan yang dialami oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak salah satunya ketika banyaknya laporan kasus kekerasan seksual yang terjadi masyarakat namun para korban takut dan enggan melaporkan kasusnya kepada pihak yang berwenang.
|
0 |
2023 |
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TENTANG PENGHINAAN CITRA TUBUH (BODY SHAMING)
(Salsabila Dhiya Shafa, Subaidah Ratna Juita, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v1i1.2352
- Volume: 1,
Issue: 1,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Pada era sekarang media sosial sudah sangat berkembang pesat sehingga banyak orang yang dengan mudahnya mengomentari orang lain lewat media sosial. Komentar yang dilontarkan pun seringkali komentar negatif, seseorang memberikan komentar negatif kepada orang lain tanpa memikirkan bagaimana kondisi seseorang tersebut. Zaman sekarang sering terjadi tindakan penghinaan citra tubuh (body shaming). Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) saat ini dan kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) di masa mendatang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitis kualitatif, dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) saat ini yaitu untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk mengatur masyarakat agar tidak melakukan tindakan penghinaan citra tubuh (body shaming) dapat dikenakan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Di masa mendatang dapat dilakukan dengan cara melihat Pasal 439 dan Pasal 442 RKUHP untuk ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku penghinaan citra tubuh (body shaming).
|
0 |
2022 |
GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Regita Pramesti, Muhammad Iftar Aryaputra, Subaidah Ratna Juita)
DOI : 10.26623/slr.v2i2.3940
- Volume: 2,
Issue: 2,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang bukan saja merugikan keuangan negara namun juga melanggar hak sosial ekonomi masyarakat secara luas serta menghambat kemakmuran rakyat. Salah satu bentuk tindak pidana korupsi adalah gratifikasi. Seiring berkembangnya jaman berbagai modus operandi gratifikasi juga berkembang, bukan hanya barang atau uang kini muncul gratifikasi seksual. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pelayanan seksual yang diterima penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang diatur dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang undangan ( statute approach ). Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yakni mendeskripsikan dan mengolah peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan teori teori hukum dan segala sesuatu yang terkait dengan topik penelitian. Secara keseluruhan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi tidak menyebutkan gratifikasi seksual secara spesifik sebagai bentuk dari gratifikasi. Ketentuan gratifikasi seksual dapat dipertegas dengan menambahkan item layanan seksual sebagai bentuk gratifikasi secara spesifik, sehingga memberikan kepastian hukum dan mempermudah upaya pembuktian.
|
0 |
2022 |