AKIBAT HUKUM AHLI WARIS YANG MENOLAK MENANGGUNG HUTANG PEWARIS YANG MELEBIHI HARTA WARISAN: KAJIAN HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM
(Bagus Prayitno, Dian Septiandani, Dharu Triasih)
DOI : 10.26623/slr.v6i1.11902
- Volume: 6,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-Apr-2025
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
There are several types of events or legal events that are essential for humans in their lives, including the legal events of birth, the event of marriage, and the legal event of death. One aspect that arises after death is the obligation of the heirs to the debts of the testator. According to civil law (KUH Perdata), all inherited assets, including the debts of the testator, are the responsibility of the heirs. The heirs have the option to accept the inheritance in full, accept it with conditions (beneficiaire aanvaarding), or reject the inheritance. If the heirs choose to reject the inheritance, they are not responsible for paying the debts of the testator. Meanwhile, in Islamic law, inheritance is calculated after deducting the debts of the testator, the costs of managing the corpse, and the will. The heirs are only responsible for paying debts according to the value of the inheritance received and do not need to bear debts that exceed the value of the inheritance. The main difference between the two legal systems is the protection given to the heirs; civil law tends to be stricter, while Islamic law offers more protection to the heirs from obligations that exceed the value of the inheritance. Chapter 1 of this study discusses the background of the problems that arise due to death, often causing disputes regarding the obligation to pay debts. Chapter 2 explains the concept of inheritance law in the Civil Code and Islamic law, identifying the main elements of inheritance and the responsibilities of heirs in both systems. Chapter 3 outlines the research methodology that uses normative and analytical descriptive approaches for the comparison of legal systems. Chapter 4 presents the results of the research and analysis on the legal implications for heirs who refuse to bear the debts of the testator in the context of both legal systems. This research is expected to provide in-depth insight into the rights and obligations of heirs, as well as assist policy makers in formulating fair regulations.
Abstrak
Ada beberapa macam kejadian atau peristiwa hukum yang esensil untuk manusia dalam kehidupannya, meliputi peristiwa hukum kelahiran, kejadian adanya perkawinan, dan peristiwa hukum kematian. Salah satu aspek yang muncul setelah kematian adalah kewajiban ahli waris terhadap hutang pewaris. Menurut hukum perdata (KUH Perdata), seluruh harta peninggalan, termasuk hutang-hutang pewaris, menjadi tanggungan ahli waris. Ahli waris memiliki opsi untuk menerima warisan secara penuh, menerima dengan syarat (beneficiaire aanvaarding), atau menolak warisan. Jika ahli waris memilih untuk menolak warisan, mereka tidak bertanggung jawab atas pembayaran hutang pewaris. Sementara itu, dalam hukum Islam, warisan dihitung setelah mengurangi hutang pewaris, biaya pengurusan jenazah, dan wasiat. Ahli waris hanya bertanggung jawab untuk membayar hutang sesuai dengan nilai warisan yang diterima dan tidak perlu menanggung hutang yang melebihi nilai harta warisan. Perbedaan utama antara kedua sistem hukum ini adalah perlindungan yang diberikan kepada ahli waris; hukum perdata cenderung lebih ketat, sedangkan hukum Islam menawarkan perlindungan lebih terhadap ahli waris dari kewajiban yang melebihi nilai warisan. Bab 1 dari penelitian ini membahas latar belakang masalah yang muncul akibat kematian, seringkali menyebabkan perselisihan terkait kewajiban membayar hutang. Bab 2 menjelaskan konsep hukum waris dalam KUH Perdata dan hukum Islam, mengidentifikasi elemen utama dari pewarisan dan tanggung jawab ahli waris dalam kedua sistem tersebut. Bab 3 menguraikan metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan normatif dan deskriptif analitis untuk perbandingan sistem hukum. Bab 4 menyajikan hasil penelitian dan analisis mengenai implikasi hukum bagi ahli waris yang menolak menanggung hutang pewaris dalam konteks kedua sistem hukum. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan mendalam mengenai hak dan kewajiban ahli waris, serta membantu pembuat kebijakan dalam merumuskan regulasi yang adil.
|
0 |
2025 |
Harmonisasi Peran Badan Amil Zakat Nasional dan Lembaga Amil Zakat di Indonesia: Kajian Undang-Undang Zakat Lama dan Baru
(Dian Septiandani, Rizky Amelia Fathia, Dwi Handayani, Herlindah Herlindah, Abd Shomad, Alarico M Tilman)
DOI : 10.26623/julr.v7i3.6810
- Volume: 7,
Issue: 3,
Sitasi : 0 31-Dec-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
The aim of this research is to compare the roles and duties of BAZNAS and LAZ based on the old zakat law and the new zakat law, as well as the synergy of roles between the two. The urgency of this research is that it is hoped that this research can provide input for the implementation of zakat management in Indonesia to be more optimal, as well as input for the revision of the zakat law related to the duties and roles of the two zakat management institutions. The type of research used in this research is normative juridical with a statutory and comparative approach, with analytical descriptive research specifications, and the type of data used is secondary data. The results of this research show that BAZNAS and LAS, both have similar tasks and similar goals, they are not competitors with each other, in fact, they are partners and must work together so that zakat management becomes more effective and efficient so that the potential of zakat in society can be maximally absorbed. The findings from this research are that there is harmonization of roles between BAZNAS and LAZ, this harmonization does not yet exist in the Zakat Law. It is hoped that the new zakat law will include this as part of an effort to increase the quality of implementing the functions of BAZNAS and LAZ as they should in accordance with current developments, especially in the digital era.
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji perbandingan peran dan tugas BAZNAS dan LAZ berdasarkan UU zakat lama dan UU zakat yang baru, serta sinergi peran di antara keduanya. Urgensi penelitian ini diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan bagi pelaksanaan pengelolaan zakat di Indonesia agar lebih maksimal, serta masukan revisi Undang-Undang Zakat terkait dengan tugas dan peran kedua lembaga pengelola zakat tersebut. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini ialah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan dan perbandingan, dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dan jenis data yang digunakan ialah data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BAZNAS dan LAS, keduanya memiliki persamaan tugas dan kesamaan tujuan, keduanya bukan pesaing satu sama lain, justru keduanya merupakan mitra dan harus bersinergi, agar pengelolaan zakat menjadi lebih efektif, dan efesien sehingga potensi zakat di masyarakat dapat terserap secara maksimal. Temuan dari penelitian ini adanya harmonisasi peran antara BAZNAS dan LAZ, harmonisasi ini belum ada dalam Undang-Undang Zakat. Harapannya Undang-Undang Zakat yang baru nanti memasukkan terkait hal tersebut sebagain upaya untuk peningkatan kulitas penerapan fungsi BAZNAS dan LAZ sebagaimana mestinya sesuai dengan perkembangan zaman terutama di era digital.
|
0 |
2024 |
ANALISIS PEMBAGIAN HARTA WARIS BAGI PELAKU GANTI KELAMIN: KAJIAN HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM
(Zakiyyah Darojah, Dian Septiandani, Dharu Triasih)
DOI : 10.26623/slr.v5i2.10620
- Volume: 5,
Issue: 2,
Sitasi : 0 01-Oct-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
The phenomenon of sex change in Indonesia is widespread, usually carried out by means of sex change surgery. Sex reassignment surgery (SRS) is a medical procedure performed to change a person's physical characteristics to match the desired gender identity. In Indonesia itself, the phenomenon of sex change does not yet have a definite legal basis, so there is a legal vacuum (Rechvacuum) regarding sex change behavior. In the Civil Code as well as the Qur'an and Hadith, the inheritance provisions for transgender heirs are not explained, the size of the shares they receive, or the obstacles to their inheritance. So, in this case, it raises new problems regarding how the law and regulations regarding the distribution of inheritance for sex change perpetrators are regulated if examined based on civil law and Islamic law. The type/type of research used by researchers is normative juridical with a comparative approach, namely by comparing the distribution of inheritance assets for sex change perpetrators according to civil law and Islamic law. The specifications used by researchers are analytical descriptive by collecting primary, secondary and tertiary data. The data analysis method used in this research is qualitative analysis. The results of this research are that the distribution of inheritance for transgender people according to the Civil Code is that their inheritance rights are not affected by their gender, whereas in Islamic law transgender people get their inheritance rights if their gender change is based on reasons that can be justified in Islamic terms. A person who deliberately undergoes a sex change operation does not have any consequences under Sharia law and his share of inheritance is the same as his original sex.AbstrakFenomena ganti kelamin di Indonesia marak terjadi, biasanya dilakukan dengan upaya operasi ganti kelamin. Operasi ganti kelamin atau Sex Reassignment Surgey (SRS) adalah prosedur medis yang dilakukan untuk mengubah karakteristik fisik seseorang agar sesuai dengan identitas gender yang diinginkan. Di Indonesia sendiri fenomena ganti kelamin belum memiliki dasar hukum yang pasti, sehingga terjadi kekosongan hukum (Rechvacuum) mengenai perilaku ganti kelamin. Didalam KUH Perdata maupun Al-Qur’an dan Hadits, tidak dijelaskan ketentuan mewaris bagi ahli waris transgender, jumlah besar bagian yang mereka terima, ataupun halangan mereka untuk mewaris. Sehingga dalam hal ini menimbulkan masalah baru mengenai bagaimana pengaturan hukum dan juga aturan terkait pembagian harta waris bagi pelaku ganti kelamin jika di kaji berdasarkan hukum perdata dan hukum islam. Jenis/tipe penelitian yang digunakan peneliti yaitu yuridis normatif dengan pendekatan perbandingan yaitu dengan membandingkan pembagian harta waris bagi pelaku ganti kelamin menurut hukum perdata dan hukum islam. Spesifikasi yang digunakan peneliti berupa deskriptif analitis dengan mengumpulkan data – data primer, sekunder dan tersier. Metode analisis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Hasil penelitian ini yaitu pembagian waris bagi transgender menurut KUH Perdata adalah hak warisnya tidak terpengaruh oleh jenis kelaminnya, sedangkan dalam Hukum Islam transgender mendapatkan hak warisnya jika perubahan jenis kelaminnya didasari dengan alasan yang dapat dibenarkan secara Islam. Seseorang yang sengaja melakukan operasi ganti kelamin maka tidak berakibat hukum syar’i dan bagian warisnya sama dengan jenis kelamin semula.
|
0 |
2024 |
Peningkatan Pemahaman Pentingnya Kepemilikan Sertipikat Tanah Sebagai Bukti Hak Atas Tanah Bagi Masyarakat Kelurahan Trimulyo Kecamatan Genuk Kota Semarang
(Supriyadi Supriyadi, Wafda Vivid Izziyana, Dian Septiandani)
DOI : 10.26623/kdrkm.v5i1.9648
- Volume: 5,
Issue: 1,
Sitasi : 0 01-Jul-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
<p>Pengabdian masyarakat ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat Kelurahan Trimulyo, Kecamatan Genuk, Kota Semarang tentang pentingnya kepemilikan sertipikat tanah sebagai bukti hak atas tanah. Melalui sosialisasi dan penyuluhan yang melibatkan berbagai elemen masyarakat, kegiatan ini diharapkan mampu memberikan pemahaman yang lebih mendalam mengenai manfaat dan prosedur pembuatan sertipikat tanah. Selain itu, diupayakan pula peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya legalitas kepemilikan tanah untuk menghindari konflik dan masalah hukum di masa depan. Hasil dari kegiatan ini menunjukkan adanya peningkatan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang pentingnya sertipikat tanah sebagai dokumen legal yang memberikan kepastian hukum dan perlindungan hak atas tanah.</p>
|
0 |
2024 |
STUDI PERBANDINGAN TERHADAP HAK WARIS ANAK YANG LAHIR TANPA PERKAWINAN ORANG TUA MENURUT HUKUM PERDATA DAN HUKUM ISLAM
(Alma Nofita Sari, Dian Septiandani, Dhian Indah Astanti)
DOI : 10.26623/slr.v5i1.8772
- Volume: 5,
Issue: 1,
Sitasi : 0 01-May-2024
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Inheritance in Indonesia recognizes the existence of 2 (two) legal systems, namely according to the Civil Code and Islamic Law. The two legal systems have different perspectives, especially regarding the status of illegitimate children. The Constitutional Court's decision adds complexity by recognizing the civil relationship of an illegitimate child with the biological father through scientific and technological evidence. This research aims to determine the inheritance rights of children without married parents according to the Civil Code and Islamic Law and to determine the recognition of children without married parents according to the Civil Code and Islamic Law. This research uses a type of normative research with analytical descriptive specifications with library study data collection focusing on secondary data consisting of primary legal materials, secondary legal materials and tertiary legal materials. Based on the research results, it was concluded that the recognition of children without married parents according to the Civil Code and Islamic Law has differences in approach. The Civil Law, through articles 272 and 280, regulates the recognition of children without marriage under certain conditions. This involves marriage licenses, mutual obligations, guardianship, and inheritance rights. Meanwhile, Islamic law states that children of adultery are illegitimate and cannot be assigned to their father. Civil Law focuses more on civil status and rights, while Islamic Law emphasizes the validity of marriage and family honor in a religious context. Then the Inheritance Rights for Children without Their Parents' Marriage According to the Civil Code and Islamic Law have differences in that the Civil Code regulates children's inheritance rights in the context of kinship, with divisions based on kinship relations, bilateral principles and degrees. In contrast, Islamic law emphasizes the conditions for the validity of marriage as the basis for inheritance rights, following principles such as individual, bilateral and justice principles. AbstrakPewarisan di Indonesia mengenal adanya 2 (dua) sistem hukum yaitu menurut KUHPerdata dan Hukum Islam. Kedua sistem hukum memiliki perspektif yang berbeda terutama terhadap status anak diluar kawin. Keputusan Mahkamah Konstitusi menambah kompleksitas dengan mengakui hubungan perdata anak luar perkawinan dengan ayah biologis melalui bukti ilmu pengetahuan dan teknologi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hak waris bagi anak tanpa perkawinan orang tua menurut KUH Perdata dan Hukum Islam dan Untuk mengetahui pengakuan anak tanpa perkawinan orang tua menurut KUH Perdata dan Hukum Islam. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis dengan pengumpulan data studi kepustakaan berfokus pada data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan Pengakuan anak tanpa perkawinan orang tua menurut KUH Perdata dan Hukum Islam memiliki perbedaan dalam pendekatan. Hukum Perdata, melalui pasal 272 dan 280, mengatur pengakuan anak tanpa perkawinan dengan syarat tertentu. Ini melibatkan izin kawin, kewajiban timbal balik, perwalian, dan hak waris. Sementara itu, Hukum Islam menyatakan anak zina tidak sah, tidak dapat dinasabkan kepada ayahnya. Hukum Perdata lebih fokus pada status keperdataan dan hak-hak, sedangkan Hukum Islam menekankan keabsahan pernikahan dan kehormatan keluarga dalam konteks agama. Kemudian Hak Waris Bagi Anak tanpa Perkawinan Orang tua Menurut KUHPerdata dan Hukum Islam memiliki perbedaan dimana KUH Perdata mengatur hak waris anak dalam konteks kekerabatan, dengan pembagian berdasarkan hubungan kekerabatan, asas bilateral, dan perderajatan. Sebaliknya, Hukum Islam menegaskan syarat sahnya perkawinan sebagai dasar hak waris, mengikuti prinsip-prinsip seperti asas individual, bilateral, dan keadilan.
|
0 |
2024 |
Kemaslahatan dalam Perkawinan Poligami Dalam Kajian Hukum Islam dan Hukum Positif Indonesia
(Dian Septiandani, Ani Triwati, Efi Yulistyowati)
DOI : 10.26623/jic.v8i3.7236
- Volume: 8,
Issue: 3,
Sitasi : 0 26-Oct-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
The purpose of this study is to find the benefits of polygamous marriage in Islamic law which will be associated with legal protection of women. In principle, Indonesian marriage law allows a husband to have more than one wife (polygamy) but the rules regarding the wife's consent are not strictly regulated in Islamic law. However, the state through legislation regulates that the wife's consent is a condition that must exist, this is a guarantee of protection for women. The difference between this research and previous research is that this research will focus on explaining the benefits of polygamy in Islamic law, providing a critical analysis of the problem of polygamy itself, discussing the impact of polygamy from a social, psychological, or economic perspective on women and children. This research method is normative legal research with a legislative approach. The result of this research is that polygamy is allowed with certain exceptions and conditions. It is not easy to be polygamous because justice is an absolute requirement and most importantly must be with the consent of the wife. The Compilation of Islamic Law also regulates the provisions and conditions for polygamy for Muslims. The provisions contained in the Marriage Law are in principle in line with the provisions of Islamic law. The purpose of the Marriage Law and the Compilation of Islamic Law provides provisions and requirements for polygamy.Tujuan penelitian ini untuk menemukan kemaslahatan perkawinan poligami dalam syariat islam yang akan dikaitkan dengan perlindungan hukum terhadap perempuan. Pada prinsipnya hukum perkawinan di Indonesia memperbolehkan bagi seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang (poligami) tetapi aturan mengenai persetujuan istri tidak diatur secara tegas dalam hukum islam. Namun, negara melalui peraturan perundang-undangan mengatur bahwa persetujuan isteri merupakan syarat yang harus ada, hal ini sebagai jaminan perlindungan terhadap perempuan. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu penelitian ini akan fokus menjelaskan mengenai kemaslahatan poligami dalam syariat Islam, memberikan analisis kritis tentang masalah poligami itu senditi, membahas dampak poligami dari sisi sosial, psikologis, atau ekonomi terhadap perempuan maupun anak-anak. Metode Penelitian ini yaitu penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan. Hasil penelitian ini yaitu bahwa poligami diperbolehkan dengan pengecualian dan syarat-syarat tertentu. Tidak mudah untuk berpoligami karena keadilan adalah syarat mutlak dan yang terpenting harus dengan persetujuan istri. Kompilasi Hukum Islam juga mengatur ketentuan dan syarat untuk berpoligami bagi umat Islam. Ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam Undang-Undang Perkawinan pada prinsipnya selaras dengan ketentuan hukum islam. Tujuan dari Undang-Undang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam memberikan ketentuan dan persyaratan terhadap seorang suami untuk menikah lagi agar tidak terjadi sikap sewenang-wenang dari suami terhadap istri-istri (perempuan) demi terciptanya keluarga sakinah, mawaddah dan warahmah. Hal ini tidak lain untuk mewujudkan kemaslahatan baik bagi suami, terutama bagi isteri ketika dilakukannya perkawinan poligami.
|
0 |
2023 |
PELAKSANAAN POLIGAMI DAN PEMBAGIAN HARTA BERSAMA DALAM KAJIAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF INDONESIA
(Falah Andrean Prasetiya, Dian Septiandani, Dhian Indah Astanti)
DOI : 10.26623/slr.v4i2.7769
- Volume: 4,
Issue: 2,
Sitasi : 0 08-Oct-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Poligami dalam hukum Islam dibenarkan dan diberikan tempat khusus yang diatur dalam peraturan perundangan. Dengan adanya poligami tersebut tentu dipertanyakan juga tentang pembagian harta bersama sebagai wujud dalam pelaksanaan penegakan hukum. Penelitian ini mengulas tentang pelaksanaan poligami serta pengaruh poligami terhadap harta bersama dalam hukum islam dan hukum positif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis normatif, spesifikasi bersifat deskriptif analitis, pengumpulan menggunakan data sekunder dan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu pelaksanaan poligami menurut hukum islam berdasarkan surat an-Nisa’ ayat (3) sebagai dasar berpoligami karena ayat tersebut membolehkan berpoligami hanya dengan syarat berlaku adil sedangkan dalam hukum positif berdasakan Pasal 3 ayat 2 UU Perkawinan disebutkan bahwa pengadilan dapat memberikan izin pada seorang suami untuk beristri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh para pihak yang bersangkutan. Pengaruh poligami terhadap harta bersama dalam hukum islam yaitu bahwa harta yang diperoleh suami selama dalam ikatan perkawinan dengan istri pertama, merupakan harta benda bersama milik suami dan istri pertama.
|
0 |
2023 |
Perlindungan Hukum Terhadap Nasabah Bank Korban Kejahatan Skimming
(Subaidah Ratna Juita, Dhian Indah Astanti, Dian Septiandani)
DOI : 10.26623/julr.v6i1.6353
- Volume: 6,
Issue: 1,
Sitasi : 0 28-May-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Theft of bank customer money through the mode of duplicating ATM cards (skimming) is one of the banking crimes. This paper is the result of research focusing on the study of legal protection for bank customers due to skimming crimes. This research was conducted with a normative juridical approach using data collection methods through literature studies conducted on secondary data. Secondary data is obtained through various laws and regulations, books, internet media, and scientific journals in order to obtain results of studies regarding the crime of ATM card skimming and legal protection for bank customers who are harmed by skimming crimes. Furthermore, the data analysis method uses descriptive analysis. Meanwhile, the urgency of this research is expected to be a source of reference for banking institutions to carry out legal protection efforts as well as for law enforcement officials in carrying out efforts to combat skimming crimes as a concrete form of legal protection for bank customers who are harmed by skimming crimes.Thus, the juridical-normative approach in this study is used to analyze issues related to legal protection of bank customers due to skimming crimes. Based on the analysis, it was identified that the crime of stealing customer money using the skimming method is one of the crimes with a high-tech dimension (cyber crime) in the banking sector. This action is included in the criminal act of information and electronic transactions which prohibits everyone intentionally and without rights or unlawfully accessing computers and or electronic systems in any way with the aim of obtaining electronic information and or electronic documents as stipulated in Article 30 paragraph (2) Law Number 19 of 2016 concerning Amendments to Law Number 11 of 2008 concerning Information and Electronic Transactions (ITE Law). Protection of customers who are victims of skimming crimes can be carried out in the context of criminal law enforcement and civil law enforcement. Pencurian uang nasabah bank melalui modus penggandaan kartu ATM (skimming) merupakan salah satu kejahatan perbankan. Tulisan ini merupakan hasil penelitian dengan memfokuskan pada kajian mengenai perlindungan hukum terhadap nasabah bank akibat kejahatan skimming. Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif dengan menggunakan metode pengumpulan data melalui studi pustaka yang dilakukan terhadap data sekunder. Selanjutnya metode analisis data menggunakan analisis deskriptif analitis. Sementara itu urgensi penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber rujukan bagi lembaga perbankan untuk melakukan upaya perlindungan hukum sekaligus bagi aparat penegak hukum dalam melakukan upaya penanggulangan kejahatan skimming sebagai wujud konkret perlindungan hukum terhadap nasabah bank yang dirugikan akibat kejahatan skimming, Berdasarkan analisis, diidentifikasikan bahwa kejahatan pembobolan uang nasabah dengan metode skimming merupakan salah satu kejahatan berdimensi high-tech (cyber crime) di bidang perbankan. Perbuatan tersebut termasuk dalam tindak pidana informasi dan transaksi elektronik yang melarang setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum mengakses komputer dan atau sistem elektronik dengan cara apapun dengan tujuan untuk memperoleh informasi elektronik dan atau dokumen elektronik sebagaimana diatur dalam Pasal 30 ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (Undang-Undang ITE). Perlindungan terhadap nasabah korban kejahatan skimming dapat dilakukan dalam konteks penegakan hukum pidana dan penegakan hukum perdata. Kejahatan Skimming; Nasabah Bank; Perlindungan Hukum
|
0 |
2023 |
PELAKSANAAN PEMBAYARAN ZAKAT SISTEM ONLINE DI BAZNAS KABUPATEN DEMAK: PERSPEKTIF HUKUM ISLAM
(Munjarofah Munjarofah, Dian Septiandani, Efi Yulisyowati)
DOI : 10.26623/slr.v4i1.6460
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 01-May-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan pembayaran zakat menggunakan aplikasi online di BAZNAS Kabupaten Demak, dan menganalisis pelaksanaan pembayaran zakat menggunakan aplikasi online di BAZNAS Kabupaten Demak dalam perspektif Hukum Islam. Jenis penelitian ini adalah yuridis sosiologis, spesifikasi penelitiannya deskriptif analitis. Sampel dalam penelitian ini adalah pelaksanaan pembayaran zakat menggunakan aplikasi online di Baznas Kabupaten Demak tahun 2020 sampai dengan tahun 2021, sampel tersebut diambil dengan metode purposive sampling. Data yang dipakai adalah data primer dan data sekunder, yang diambil dengan cara wawancara, studi pustaka, dan studi dokumentasi. Data tersebut kemudian dianalisis secara kualitaf. Berdasarkan hasil penelitian pelaksanaan pembayaran zakat menggunakan aplikasi online di BAZNAS Kabupaten Demak dilakukan dengan cara buka laman https://baznas.go.id/ bayar zakat. Pilih jenis data dan isi jumlah zakat yang diinginkan. Kemudian masukan nominal yang akan dibayarkan. Isi data diri calon muzaki, setelah itu calon muzaki membaca niat zakat. Lalu calon Muzaki mendapatkan kode metode pembayaran dan mendapatkan konfirmasi dari BAZNAS melalui handphone atau alamat email yang didaftarkan. Pembayaran zakat secara online tersebut sesuai dengan Undang-Undang No 23 Tahun 2011, dan Surat Edaran Menteri Agama RI Nomor 6 Tahun 2020 tentang Panduan Ibadah Ramadan dan Idul Fitri 1 Syawal 1441H Di Tengah Pandemi Wabah Covid-19. Pelaksanaan pembayaran zakat menggunakan aplikasi online di BAZNAS Kabupaten Demak dalam perspektif Hukum Islam adalah sah, karena ijab qabul dalam pembayaran zakat secara online tidak harus menyatakan secara eksplisit kepada Mustahik, dasar hukumnya adalah : Al-qur’an surat At- taubah ayat 103, Hadist Riwayat Bukhari Muslim, dan pendapat para ulama, yaitu : Syaikh Yusuf Al-Qardhawi, Asrosun Niam, Zul Asfi, Buya Yahya.
|
0 |
2023 |
Analisis Hukum Islam Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tangkapan Ikan
(Muhammad Satria Hilmi, Kukuh Sudarmanto, Dian Septiandani, Soegianto Soegianto)
DOI : 10.26623/jj.v1i1.6795
- Volume: 1,
Issue: 1,
Sitasi : 0 15-Apr-2023
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
The purpose of this research is to understand and analyze Islamic Law the practice of profit sharing agreement for fish catch between skipper fisherman and jurah fisherman in Wedung Village. In Wedung Village, Wedung District, Demak Regency, profit-sharing system for marine catch isnot based on the provisions of the law Number 16 of 1964 concerning Fishery Profit Sharing. In the fishery profit sharing agreement in Wedung fishing community, the average Jurah fisherman gets 25- 30%, whereas the should have received at least 40 for using a motorized boat as stated in Article 3 paragraph (1) of the Law Number 16 of 1964. This research uses empirical juridical research methods. As a result, the practice of sharing agreements for fish catch in the fishermen’s Village Of Wedung Village are still carried out by way Of Verbal agreement without any written evidence. In the implementation of profit sharing fpr catch, 25-30% is for the skipper fisherman and 70-75% is for jurah fisherman. Profis sharing agreement for fishery between skipper fishermen and jurah fishermen are not in accordance with the Islamic Law. Based on the theory of Syirkah Mudharabah, all expenses to go fishing in the sea should be borne by skipper fisherman, but in practice, in addition to the energy and mind thay they have put into, juragan fisherman must also bear the cost of fishing in the sea. Judging from the Islamic Law’s justice theory, profit sharing agreement for fish catch between skipper fishermen and jurah fishermen in Wedung Village is Very detrimental to jurah fishermen because the receive an unfair share and these are far from thr values f juctice
Penelitian ini bertujuan untuk memahami dan menganalisis pandangan Hukum Islam terhadap praktik perjanjian bagi hasil tangkapan ikan yang terjadi antara nelayan juragan dengan nelayan jurah di Desa Wedung. Di Desa Wedung Kecamatan Wedung Kabupaten Demak sistem bagi hasil tangkapan laut tidak mendasarkan pada ketentuan Undang-undang Nomor 16 Tahun 1964 Tentang Bagi Hasil Perikanan. Dalam perjanjian bagi hasil perikanan di masyarakat nelayan Wedung rata-rata nelayan Jurah mendapat 25-30 %, yang seharusnya minimal mendapat 40% karena menggunakan kapal motor sebagaimana Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1964. Penelitian ini menggunakan metode penelitian yuridis empiris. Hasilnya, praktik perjanjian bagi hasil tangkapan ikan yang terjadi di Perkampungan Nelayan Desa Wedung masih dilakukan dengan perjanjian secara lisan tanpa ada bukti tertulis. Dalam pelaksanaan bagi hasi tangkapan ikan, 25-30% untuk nelayan juragan dan 70-75% untuk nelayan jurah. Perjanjian bagi hasil perikanan antara nelayan juragan dengan nelayan jurah belum sesuai dengan hukum Islam. Berdasarkan teori Syirkah Mudharabah seharusnya seluruh biaya melaut di tanggung nelayan juragan, namun dalam prakteknya, nelayan jurah selain mengerahkan tenaga, dan pikiran, nelayan jurah juga ikut menanggung biaya melaut. Ditinjau dari teori keadilan Hukum Islam perjanjian bagi hasil tangkapan ikan antara nelayan juragan dengan nelayan jurah di Desa Wedung sangat merugikan nelayan jurah karena mendapatkan bagian yang tidak sebagaimana mestinya dan jauh dari nilai-nilai keadilan.
|
0 |
2023 |