Abstract
Abstrak
Ada beberapa macam kejadian atau peristiwa hukum yang esensil untuk manusia dalam kehidupannya, meliputi peristiwa hukum kelahiran, kejadian adanya perkawinan, dan peristiwa hukum kematian. Salah satu aspek yang muncul setelah kematian adalah kewajiban ahli waris terhadap hutang pewaris. Menurut hukum perdata (KUH Perdata), seluruh harta peninggalan, termasuk hutang-hutang pewaris, menjadi tanggungan ahli waris. Ahli waris memiliki opsi untuk menerima warisan secara penuh, menerima dengan syarat (beneficiaire aanvaarding), atau menolak warisan. Jika ahli waris memilih untuk menolak warisan, mereka tidak bertanggung jawab atas pembayaran hutang pewaris. Sementara itu, dalam hukum Islam, warisan dihitung setelah mengurangi hutang pewaris, biaya pengurusan jenazah, dan wasiat. Ahli waris hanya bertanggung jawab untuk membayar hutang sesuai dengan nilai warisan yang diterima dan tidak perlu menanggung hutang yang melebihi nilai harta warisan. Perbedaan utama antara kedua sistem hukum ini adalah perlindungan yang diberikan kepada ahli waris; hukum perdata cenderung lebih ketat, sedangkan hukum Islam menawarkan perlindungan lebih terhadap ahli waris dari kewajiban yang melebihi nilai warisan. Bab 1 dari penelitian ini membahas latar belakang masalah yang muncul akibat kematian, seringkali menyebabkan perselisihan terkait kewajiban membayar hutang. Bab 2 menjelaskan konsep hukum waris dalam KUH Perdata dan hukum Islam, mengidentifikasi elemen utama dari pewarisan dan tanggung jawab ahli waris dalam kedua sistem tersebut. Bab 3 menguraikan metodologi penelitian yang menggunakan pendekatan normatif dan deskriptif analitis untuk perbandingan sistem hukum. Bab 4 menyajikan hasil penelitian dan analisis mengenai implikasi hukum bagi ahli waris yang menolak menanggung hutang pewaris dalam konteks kedua sistem hukum. Penelitian ini diharapkan memberikan wawasan mendalam mengenai hak dan kewajiban ahli waris, serta membantu pembuat kebijakan dalam merumuskan regulasi yang adil.