KEDUDUKAN HUKUM APARATUR PENGAWASAN INTERN PEMERINTAH DALAM PENGAWASAN PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH
(Muhammad Nur Aflah, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin, Kadi Sukarna)
DOI : 10.26623/julr.v4i2.4279
- Volume: 4,
Issue: 2,
Sitasi : 0 10-Nov-2021
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Artikel ini bertujuan mengkaji dan menganalisa kedudukan Aparatur Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) serta kendala dan solusi atas kedudukan APIP dalam pengawasan pengadaan barang/jasa berdasarkan Perpres 16 Tahun 2018. Pada tahun 2018, telah disahkan Perpres 16 Tahun 2018 tentang pengadaan barang/jasa pemerintah. Diantara yang diatur adalah penanganan pengaduan masyarakat dalam pengawasan pengadaan barang/jasa pemerintah yang seolah-olah mendegradasi kewenangan Aparat Penegak Hukum (APH), khususnya penegakan hukum terhadap tindak pidana korupsi. Urgensi penelitian ini ialah diharapkan dapat menegaskan perbedaan antara indikasi tindak pidana dengan kesalahan administrasi. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif dengan jenis deskriptif analitis. Kewenangan APIP didefinisikan sebagai menerima pengaduan, menindaklanjuti, dan melaporkan. Kendala dan solusi dibagi menjadi 3 subsistem. Pada legal substance belum adanya pengaturan yang merumuskan peran APIP dan adanya pengaturan yang tidak memberi ruang kepada APH dalam pengawasan pengadaan. Solusinya perlu revisi Perpres yang mengatur peran APIP serta menghilangkan aturan yang membatasi ruang APH dalam pengawasan. Dari sisi legal structure, 2 kendala berupa struktur organisasi dan sistem kerja. Solusinya, perlu adanya komite audit yang independen serta sistem pengembangan karier dengan motivasi mutasi. Terakhir dari sisi legal culture, kedudukan APIP menyisakan problematika paradigma kerja individu dan organisasi yang terkesan reaktif. Solusinya APIP perlu merevitalisasi pola pikir serta membutuhkan mitra kerja yang mampu merumuskan tindakan preemtif dan preventif.
|
0 |
2021 |
REPOSISI KEDUDUKAN JUSTICE COLLABORATOR DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Bahrudin Mahmud, Muhammad Junaidi, Amri Panahatan Sihotang, Soegianto Soegianto)
DOI : 10.26623/julr.v4i1.3368
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-Jun-2021
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji dan memahami reposisi kedudukan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Justice Collaborator merupakan saksi pelaku yang mau bekerjasama dengan penegak hukum untuk mengungkap suatu tindak pidana. Bagaimana kedudukan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi dan bagaimana Reposisi kedudukan justice collaborator dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Penelitian ini menggunakan Metode pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah Kedudukan Justice Collaborator sebagai pelaku yang dijadikan sebagai saksi yang mau bekerjasama dengan penegak hukum dan pedoman penggunaannya diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 04 tahun 2011. Reposisi Kedudukan Justice Colllaborator adalah menempatkan Justice Colllaborator sebagai saksi kunci dalam peraturan perundang-undangan baru atau memasukkannya dalam undang-undang tentang upaya pemberantasan tindak pidana korupsi yang telah ada dan menempatkan Justice Collaborator sebagai saksi yang bisa di mintai keterangannya di luar sidang peradilan, sehingga para penyidik bisa lebih leluasa memperoleh keterangan dan informasi untuk membongkar pelaku lain dalam kasus tindak pidana korupsi.
|
0 |
2021 |
HAK WARIS ANAK YANG BERBEDA AGAMA DENGAN ORANG TUA BERDASARKAN HUKUM ISLAM
(Hendri Susilo, Muhammad Junaidi, Diah Sulistyani RS, Zaenal Arifin)
DOI : 10.26623/julr.v4i1.3409
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-Jun-2021
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaturan mengenai hak waris anak yang beda agama menurut hukum Islam dan upaya penyelesaian mengenai pembagian hak waris anak yang berbeda agama menurut hukum Islam. Masalah kewarisan beda agama pada masa sekarang ini menjadi suatu masalah kontemporer, karena baik dalam Al Qur an maupun hadis tidak ada penjelasan mengenai bagian harta bagi ahli waris yang berbeda agama. Metode pendekatan dalam penelitian ini menggunakan yuridis normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaturan mengenai hak waris anak yang beda agama menurut hukum Islam diatur dalam hadis dan KHI yang mana anak yang non muslim tidak berhak atas harta warisan. Namun pada prakteknya, dalam putusan pengadilan hakim tetap memberikan bagian harta warisan terhadap anak yang beda agama berdasarkan wasiat wajibah. Hal ini bertentangan dengan syarat islam dan KHI. Namun demikian putusan pemberian harta warisan terebut adalah untuk mewujudkan keadilan, kemaslahatan dan kepastian hukum dalam kehidupan keluarga. Upaya penyelesaian mengenai pembagian hak waris anak yang berbeda agama menurut hukum Islam adalah dengan cara hibah dan wasiat. Hal ini sesuai dengan ketentuan Al Qur an, hadis maupun KHI yang mana dalam hal hibah dibolehkan baik terhadap muslim maupun non muslim. Sedangkan wasiat digunakan oleh hakim dalam putusan pengadilan terkait pembagian harta waris.
|
0 |
2021 |
KEDUDUKAN HAK IMUNITAS ADVOKAT DI INDONESIA
(Fenny Cahyani, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin, Kadi Sukarna)
DOI : 10.26623/julr.v4i1.3328
- Volume: 4,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-Jun-2021
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Penelitian tentang hak imunitas advokat ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana hak imunitas advokat diterapkan, apa kendalanya dan bagaimana solusinya. Undang-Undang Advokat mengakui hak imunitas advokat secara terbatas yaitu diatur dalam Pasal 14, Pasal 15, Pasal 16 Undang-Undang Advokat Nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat di mana sentral daripada pasal-pasal tersebut adalah dalam Pasal 16. Hak Imunitas yang ada dalam UU Advokat tersebut kemudian diperkuat dengan Putusan Nomor 26/PUU-XI/2013 dengan diakuinya dan dijaminnya perlindungan terhadap Advokat dalam tindakan-tindakan non-litigasi yang dilakukan dengan iktikad baik dan untuk kepentingan pembelaan klien di dalam maupun di luar pengadilan. Di dalam praktek penegakan hukum, banyak advokat yang menyalahgunakan hak imunitas ini dan demikian pula sebaliknya banyak penegak hukum lain yang belum paham tentang hak imunitas advokat. Penelitian ini ini menggunakan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa penerapan hak imunitas berhasil apabila antar lembaga penegak hukum bekerja sesuai marwah undang-undang dan masing-masing pelaku hukum menjaga profesionalitas sesuai kode etik dan berpegang teguh pada asas iktikad baik untuk menjunjung tinggi hukum dan keadilan agar bermanfaat bagi masyarakat luas.
|
0 |
2021 |
KEWENANGAN KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA DALAM PENANGANAN KASUS KETERLIBATAN APARATUR SIPIL NEGARA DALAM PEMILIHAN UMUM
(Setiya Pramana, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin, Kadi Sukarna)
DOI : 10.26623/julr.v3i2.2903
- Volume: 3,
Issue: 2,
Sitasi : 0 17-Dec-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan penelitian ini untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum serta untuk mengkaji dan menganalisis kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum. Pegawai ASN sejatinya berada dalam posisi yang dilematis dan terombang-ambing oleh kepentingan politik. Di satu sisi, mereka adalah pegawai yang diangkat, ditempatkan, dipindahkan dan diberhentikan oleh Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) yang berstatus pejabat politik. Kondisi seperti ini membuat karir ASN sering dikaitkan dengan kepentingan politik PPK. Disisi lain, ASN juga harus tetap bersikap netral untuk menjaga profesionalitasnya dalam menjalankan tata kelola pemerintahan dan pelayanan publiknya. Permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimanakah kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum dan Kendala dan solusi apakah yang dihadapi terkait kewenangan Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Hasil penelitian ini adalah : (1) Kebijakan Polda Jawa Tengah dalam penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum yaitu melakukan penyelidikan dan penyidikan. (2) Beberapa faktor yang mempengaruhi penanganan kasus keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam pemilihan umum, yaitu: a) Kurang Alat Bukti. b) Tidak adanya penjelasan tentang kata netral yang jelas c). Waktu Penanganan yang Terbatas, dan d). Keterangan Masyarakat yang Kurang Koperatif. e) Pertimbangan situasi tertib yang condong dijaga oleh Pori dalam hal ini Polda Jawa Tengah. Sedangkan Solusinya dari kendala tersebut diatas adalah : 1) Memperjelas aturan terkait definisi netral dari ASN tersebut. 2) Perlu regulasi penanganan dalam bentuk Undang-Undang yang jelas. 3) Pembentukan Mahkamah Pemilu yang terdiri dari Kepolisian Negara Republik Indonesia, Kejaksaan, Hakim, dan beberapa perwakilan dengan background tindak tidana pemilu yang dapat menangani sengketa pemilu.
|
0 |
2020 |
KEWENANGAN POLRI DALAM PEMBUBARAN ORMAS YANG TELAH DIBATALKAN STATUS HUKUMNYA
(Zulianto Zulianto, Muhammad Junaidi, Soegianto Soegianto, Bambang Sadono)
DOI : 10.26623/julr.v3i2.2868
- Volume: 3,
Issue: 2,
Sitasi : 0 17-Dec-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan membahas kewenangan Polri dalam pembubaran ormas yang telah dibatalkan status hukumnya, Untuk menganalisis dan membahas kendala dan solusi atas kewenangan Polri dalam pembubaran ormas yang telah dibatalkan status hukumnya. Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap sesuai dengan hati nuraninya. setiap orang berhak atas kebebasan hak berserikat, berkumpul dan mengeluarkan pendapat, penjelasan dalam Pasal 28 E ayat (2) UUD 1945. Penerbitan Perppu 2 tahun 2017 tentang Organisasi Kemasyarakatan, merupakan landasan dalam pencabutan status HTI. Kepolisian berwenang mengambil tindakan tegas atas setiap dugaan pelanggaran Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Organisasi Kemasyarakatan. Metode dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan yuridis normatif. Kepolisian berwenang mengambil tindakan tegas atas setiap dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh ormas yang tidak taat terhadap peraturan yang ada, termasuk kepada anggota Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) yang lembaganya telah dibubarkan pemerintah.Hak memberikan sanksi pidana ada di tangan polisi sebab Perppu merupakan produk hukum yang setara dengan Undang-undang. Penerapan sanksi atas pelanggaran Undang-Undang dimiliki aparat kepolisian. Perjalanan penerapan perppu ada pelanggaran hukum yang menjurus ke aspek pidana, maka nanti tugasnya polisi bukan Satpol PP. Dalam menjalankan kewenangan Polri terdapat beberapa hambatan, yaitu sebagai berikut : faktor hukum, faktor penegakan hukum, faktor sarana atau fasilitas pendukung, faktor masyarakat, faktor kebudayaan. Dalam mengatasi hambatan yaitu memberikan pemahaman yang benar kepada masyarakat tentang pelaksanaan tugas dan kewenangan Polri dalam mengawasi ormas dan menindak ormas yang melakukan tindak pidana, diantaranya dilakukan dengan cara:tindakan preemtif, preventif dan represif.
|
0 |
2020 |
KEWAJIBAN PELAPORAN HARTA KEKAYAAN BAGI PENYELENGGARA NEGARA
(Dwi Harmono, Kadi Sukarna, Diah Sulistyani, Muhammad Junaidi)
DOI : 10.26623/julr.v3i2.2823
- Volume: 3,
Issue: 2,
Sitasi : 0 11-Dec-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis kewajiban pelaporan harta kekayaan bagi pejabat negara dan kendala serta solusi pemerintah terhadap permasalahan yang timbul dalam kewajiban pelaporan harta kekayaan bagi pejabat negara. Adanya Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU PTPK) menjadi harapan bagi bangsa Indonesia dalam memberantas korupsi, namun, pemberantasan kasus korupsi tetap mengalami kesulitan, langkah-langkah pemberantasannya masih tersendat-sendat sampai sekarang. Korupsi sudah merupakan penyakit yang telah kronis menjangkiti dan belum dapat disembuhkan hingga saat ini yang menyebar ke seluruh sektor pemerintah bahkan sampai ke perusahaan-perusahaan milik negara. Oleh sebab itu, guna meminimalisir pejabat yang korupsi serta timbulnya kerugian negara akibat oknum-oknum yang koruptif, maka setiap pejabat negara wajib melaporkan kekayaannya. Hasil penelitian ini adalah: Pelaporan harta kekayaan pejabat negara saat ini sudah terintegrasi dalam sebuah Program e-LHKPN atau Laporan Harta Kekayaan berbasis elektronik. Kendala yang dihadapi terkait pelaporan harta kekayaan oleh pejabat negara meliputi kurangnya sosialisasi ke instansi-instansi. Solusinya adalah berdasarkan penelitian, fasilitas atau sumberdaya-sumberdaya tersebut sudah cukup terpenuhi, namun berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti, perlu adanya sosialisasi secara terstruktur dan berkesinambungan.
|
0 |
2020 |
TINDAK PIDANA PEMILU DAN PILKADA OLEH SENTRA PENEGAKAN HUKUM TERPADU
(Muhammad Junaidi)
DOI : 10.26623/jic.v5i2.2631
- Volume: 5,
Issue: 2,
Sitasi : 0 19-Oct-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Penelitian ini menelaah posisi Sentra Gakkumdu (Penegakan Hukum Terpadu) oleh penyelenggara Pilkada dalam menyelesaikan tindak pidana Pilkada yang menui banyak masalah dalam menjamin pelaksanaan Demokrasi. Mulai dari adanya pola koordinasi yang tidak mungkin dilakukan secara sistemik antara penegak hukum sampai dengan disharmonisasi keputusan-keputusan yang dibuat berkaitan dengan implikasi terjadinya tindak pidana Pilkada yang dilakukan secara menyeluruh menjadi masalah pokok dan yang paling utama adalah tumpang tindih kewenangan antar lembaga yang tergabung dalam Gakkumdu. Sesuai kajian yuridis Normatif, maka adanya upaya untuk review ulang kapasitas Sentra Gakkumdu sangatlah penting dilakukan, utamanya dengan mempertimbangkan kapasitas filosofis kelembagaan antara lembaga yang ada dalam Sentra Gakkumdu selama ini berangkat belajar dari pelaksanaan Pemilu 2019 di Indonesia silam. Temuan dlam penelitian ini adalah agar peran Bawaslu harus menjadi lembaga sentral dalam kelembagaan Gakkumdu sehingga nuansa harmonisasi singkronisasi yang tentunya menjadi kelemahan pelaksanaan Pemilu 2019 dapat diminimalisir melalui koordinasi terpusat oleh Bawaslu.
|
0 |
2020 |
REORIENTASI SANKSI PIDANA DALAM PERTANGGUNGJAWABAN KORPORASI DI INDONESIA
(Rizqi Purnama Puteri, Muhammad Junaidi, Zaenal Arifin)
DOI : 10.26623/julr.v3i1.2283
- Volume: 3,
Issue: 1,
Sitasi : 0 18-May-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah bagaimanakah orientasi sanksi pidana terhadap korporasi dalam hukum positif di Indonesia, bagaimanakah reorientasi formulasi yang seharusnya atas sanksi pidana terhadap korporasiKUHP sekarang ini belum mengatur masalah pertanggungjawaban pidana korporasi. Pentingnya mengatur Pertanggunjawaban pidana korporasi ada dalam satu ketentuan umum KUHP sebagai pedoman bagi undang- undang khusus di luar KUHP sehingga tercipta keseragaman dan konsistensi dalam pengaturan mengenai pertanggungjawaban pidana korporasi.. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif dengan menggunakan data sekunder. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa orientasi korporasi sampai saat ini belum diatur oleh KUHP dan terdapat undang-undang khusus di luar KUHP sudah mengatur korporasi sebagai subjek hukum pidana, tetapi terlihat untuk mengisi kekosongan hukum dan tidak menjamin kepastian hukum terhadap pemidanaan korporasi. Reorientasi pada formulasi kebijakan atas sanksi pidana korporasi yang ideal dengan menjadikan korporasi sebagai subjek hukum pidana serta menekankan pada konsistensi dalam hal penentuan kapan suatu tindak pidana dikatakan sebagai tindak pidana korporasi, siapa yang dapat dipidana atas kejahatan korporasi, serta sanksi yang sesuai terhadap korporasi. Saran penelitian adalah melakukan reorientasi dan reformulasi kebijakan dalam peraturan perundang-undangan yang telah ada dan Konsep KUHP sebagai pedoman umum serta segera mengesahkan RUU KUHP.
|
0 |
2020 |
Sistem Pengawasan Asuransi Syariah Dalam Kajian Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian
(Sukadi Suratman, Muhammad Junaidi)
DOI : 10.26623/julr.v2i1.2259
- Volume: 2,
Issue: 1,
Sitasi : 0 20-May-2019
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa sistem penagwasan asuransi syariah berdasarkan undang-undang yang berlaku. Penerapan prinsip syariah dalam asuransi syariah bertolak dari ketentuan hukum Islam dalam aspek ekonomi syariah. Konsep asuransi syariah menggunakan berbagai risiko (risk sharing) yang berdeda dari konsepsi asuransi konvensional. Penerapan prinsip syariah dalam asuransi syariah inilah yang ditempatkan pada bagian pertama pengawasan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normative. Banyak kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan pengawasan pengawasan asuransi syariah diantaranya soal pemahaman masyarakat. Kendala lainnya yang cukup berpengaruh adalah dukungan penuh dari para pengambil kebijakan di negeri ini. Termasuk kendala dukungan pemerintah adalah upaya harmonisasi dan singkronisasi peraturan yang masih menjadi hambatan secara yuridis diantaranya persoalan. Upaya-upaya dalam mengatasi kendala tersebut dapat dilakukan melalui penguatan struktur. Struktur yang ada saat ini sudah baik, tetapi karena DSN-MUI menghadapi tugas dan tantangan yang lebih berat seperti mengurusi dan bermitra dengan lembaga-lembaga keuangan syariah yang notabene diurus oleh prktisi-praktisi yang professional. Disisi lain yang perlu diterjemahkan dalam praktinya sehingga memungkinkan sistem pengawasan berjalan maksimal adalah evaluasi kelembagaan pengawasan harus dijalankan secara keberlanjutan sehingga memungkinkan sistem pengawasan pada lembaga asuransi syariah utamanya yang dijalankn oleh lembaga Dewan Pengawas syariah dapat berjalan maksimal.
|
0 |
2019 |