FORMULASI DELIK ZINA DALAM RANCANGAN KUHP
(Bayu Bramantyo, Muhammad Iftar Aryaputra, Ani Triwati)
DOI : 10.26623/slr.v1i1.2346
- Volume: 1,
Issue: 1,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Formulasi delik zina dalam KUHP yang berlaku saat ini tidak mencerminkan nilai-nilai sosial budaya bangsa Indonesia, karena itu perlu adanya pembaharuan hukum pidana yang sesuai dengan falsafah bangsa Indonesia. Sehingga dalam penelitian ini berusaha mengkaji tentang bagaimana formulasi delik zina dalam KUHP dan formulasi delik zina dalam RKUHP. Metode yang digunakan dalam penelitian ini meliputi jenis penelitian yuridis normatif dengan spesifikasi deskriptif analitis. Data yang digunakan adalah data sekunder. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa formulasi delik zina dalam KUHP adalah kebijakan yang bermasalah karena hanya memidana pelaku yang salah satu atau keduanya telah terikat oleh perkawinan dan sifatnya sebagai delik aduan absolut serta ancaman pidananya yang sangat ringan, karena itu sangat tidak sesuai dengan nilai- nilai kesusilaan masyarakat Indonesia yang masih memegang teguh nilai-nilai moral dan agama. Untuk kebijakan formulasi delik zina dalam RKUHP terdapat perluasan substansi yaitu pelaku zina tidak hanya mereka yang salah satu atau keduanya telah terikat oleh perkawinan melainkan mereka yang sama-sama masih lajang dapat dipidana karena zina. Namun yang menjadi permasalahan adalah karena sifatnya masih sebagai delik aduan absolut serta ancaman pidanya sangat ringan.
|
0 |
2022 |
GRATIFIKASI SEKSUAL DALAM PERSPEKTIF UNDANG UNDANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI
(Regita Pramesti, Muhammad Iftar Aryaputra, Subaidah Ratna Juita)
DOI : 10.26623/slr.v2i2.3940
- Volume: 2,
Issue: 2,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Tindak pidana korupsi merupakan kejahatan luar biasa yang bukan saja merugikan keuangan negara namun juga melanggar hak sosial ekonomi masyarakat secara luas serta menghambat kemakmuran rakyat. Salah satu bentuk tindak pidana korupsi adalah gratifikasi. Seiring berkembangnya jaman berbagai modus operandi gratifikasi juga berkembang, bukan hanya barang atau uang kini muncul gratifikasi seksual. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis apakah pelayanan seksual yang diterima penyelenggara negara dapat dikategorikan sebagai gratifikasi yang diatur dalam Undang Undang Tindak Pidana Korupsi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif, dengan pendekatan perundang undangan ( statute approach ). Spesifikasi penelitian ini adalah deskriptif analitis yakni mendeskripsikan dan mengolah peraturan perundang undangan yang berkaitan dengan teori teori hukum dan segala sesuatu yang terkait dengan topik penelitian. Secara keseluruhan Undang Undang Tindak Pidana Korupsi tidak menyebutkan gratifikasi seksual secara spesifik sebagai bentuk dari gratifikasi. Ketentuan gratifikasi seksual dapat dipertegas dengan menambahkan item layanan seksual sebagai bentuk gratifikasi secara spesifik, sehingga memberikan kepastian hukum dan mempermudah upaya pembuktian.
|
0 |
2022 |
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TENTANG PENGHINAAN CITRA TUBUH (BODY SHAMING)
(Salsabila Dhiya Shafa, Subaidah Ratna Juita, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v1i1.2352
- Volume: 1,
Issue: 1,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Pada era sekarang media sosial sudah sangat berkembang pesat sehingga banyak orang yang dengan mudahnya mengomentari orang lain lewat media sosial. Komentar yang dilontarkan pun seringkali komentar negatif, seseorang memberikan komentar negatif kepada orang lain tanpa memikirkan bagaimana kondisi seseorang tersebut. Zaman sekarang sering terjadi tindakan penghinaan citra tubuh (body shaming). Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) saat ini dan kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) di masa mendatang. Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analitis kualitatif, dengan pendekatan perundang-undangan. Jenis data dalam penelitian ini yaitu data sekunder. Kebijakan formulasi hukum pidana tentang penghinaan citra tubuh (body shaming) saat ini yaitu untuk mewujudkan peraturan perundang-undangan yang digunakan untuk mengatur masyarakat agar tidak melakukan tindakan penghinaan citra tubuh (body shaming) dapat dikenakan Pasal 27 ayat (3) jo. Pasal 45 ayat 1 UU ITE. Di masa mendatang dapat dilakukan dengan cara melihat Pasal 439 dan Pasal 442 RKUHP untuk ancaman pidana yang dapat dijatuhkan kepada pelaku penghinaan citra tubuh (body shaming).
|
0 |
2022 |
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA NOTARIS DALAM PEMALSUAN AKTA KETERANGAN WARIS: STUDI KASUS PUTUSAN NO. 259/PID.B/2015/PN.CJR
(Ramon Agyl Muammar, Ani Triwati, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v1i2.2761
- Volume: 1,
Issue: 2,
Sitasi : 0 12-Dec-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Permasalahan penelitian ini tentang bagaimana pertanggungjawaban pidana notaris dalampemalsuan akta keterangan waris dan apa yang menjadi dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap notaris pemalsuan akta keterangan waris berdasar Putusan No. 259/ Pid.B/ 2015/PN.Cjr. Jenis/tipe penelitian ini penelitian hukum normatif dengan pendekatan kasus dengan spesifikasi penelitian deskriptif analitis. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder dengan metode pengumpulan data studi pustaka dan studi dokumentasi yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian berdasar Putusan No. 259/ Pid.B/ 2015/ PN.Cjr,perbuatan Terdakwa Notaris AW dalam pemalsuan akta keterangan waris memenuhi unsur-unsur kesalahan yang meliputi (a)dalam membuat akta keterangan waris, Terdakwa Notaris AW merupakan seseorang yang mampu bertanggungjawab; (b) adanya hubungan batin Notaris AW dengan perbuatannya, yang berupa kesengajaan dalam membuat salinan akta keterangan waris yang berbeda isinya dengan minuta akta; dan (c) tidak adanya alasan yang menghapus kesalahan atau tidak ada alasan pemaaf. Dasar pertimbangan hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana terhadap notaris dalam pemalsuan akta keterangan waris berdasar Putusan No. 259/ Pid.B/2015/ PN.Cjr didasarkan pada pertimbangan yuridis dan pertimbangan nonyuridis. Pertimbanganyuridis didasarkan pada surat dakwaan, alat bukti, surat tuntutan, pledoi dan unsur-unsur pasal yang didakwakan, sedangkan pertimbangan nonyuridis didasarkan pada hal-hal yang meringankan dan memberatkan pidana, aspek filosofis pemidanaan dan aspek sosiologis serta psikologis dampak/pengaruh sanksi pidana yang akan dijatuhkan terhadap Terdakwa Notaris AW.
|
0 |
2022 |
UPAYA POLRESTABES KOTA SEMARANG DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN KEKERASAN OLEH ANAK
(Azis Satrio Wibowo, Subaidah Ratna Juita, Muhammad Iftar Aryaputra)
DOI : 10.26623/slr.v3i1.5054
- Volume: 3,
Issue: 1,
Sitasi : 0 27-Apr-2022
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Artikel ini membahas tentang upaya Polrestabes Kota Semarang dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan oleh anak. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis empiris. Teknik pengumpulan data yaitu melalui wawancara dan studi pustaka. Perolehan data diolah menggunakan metode deskriptif analitis untuk mengetahui faktor-faktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan di wilayah hukum Polrestabes Kota Semarang dan upaya Polrestabes Kota Semarang menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan oleh anak. Penelitian dilaksanakan pada dua lokasi yaitu Polrestabes Kota Semarang dan Balai Pemasyarakatan Kelas 1 Kota Semarang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor penyebab anak melakukan tindak pidana pencurian dengan kekerasan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu : faktor intrinsik maupun faktor ekstrinsik, Serta upaya Polrestabes Kota Semarang dalam menanggulangi tindak pidana pencurian dengan kekerasan oleh anak, dengan menggunakan tiga upaya yaitu : upaya pre-emtif, upaya preventif, dan upaya represif.
|
0 |
2022 |
PENGUATAN PEMAHAMAN REMAJA PANTI ASUHAN AL HIKMAH WONOSARI, NGALIYAN TERHADAP SANKSI PENYALAHGUNAAN NARKOTIKA
(Muhammad Iftar Aryaputra, Efi Yulistyowati)
DOI : 10.26623/kdrkm.v2i1.3367
- Volume: 2,
Issue: 1,
Sitasi : 0 03-Jun-2021
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
<p>Sistem sanksi dalam hukum pidana dapat dikualifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu jenis sanksi pidana (<em>straf</em>) dan jenis sanksi tindakan (<em>maatregel</em>). Keduanya merupakan jenis sanksi yang digunakan oleh beberapa sistem hukum pidana di berbagai negara, termasuk Indonesia. Model sistem sanksi tersebut dikenal dengan istilah <em>double track system. </em>Selain dianut oleh KUHP, <em>double track system </em>juga dikenal dalam UU No. 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. UU Narkotika menggunakan dua jenis sanksi, yaitu pidana dan tindakan untuk menegakkan normanya. Jenis pidana yang digunakan dalam UU Narkotika yaitu mati, penjara, kurungan, dan denda. Sedangkan jenis tindakan yang digunakan adalah rehabilitasi. Dalam UU Narkotika, terdapat dua jenis rahabilitasi, yaitu rehabilitasi sosial dan medis. Di sisi lain, berdasarkan data yang didapatkan, remaja merupakan kelompok usia yang rentan untuk menjadi penyalahguna narkotika. Menurut BNN dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), 2,3 juta palajar atau mahasiswa di Indonesia pernah menggunakan narkotika. Fakta ini menunjukkan bahwa masih kurangnya edukasi dikalangan remaja mengenai penyalahgunaan narkotika. Kegiatan ini merupakan sarana edukasi dalam memberikan pemahaman kepada para remaja untuk tidak menjadi penyalahguna narkotika, dengan cara memahami dari aspek sanksi hukumnya. Hal ini dikarenakan dalam hukum pidana, sanksi bersifat sebagai paksaan psikis bagi setiap orang. Dalam artian, orang akan berpikir dua kali untuk melakukan suatu tindak pidana apabila telah memahami sanksi hukumnya. Sasaran kegiatan ini adalah remaja panti asuhan Al Hikman Ngaliyan. Sedangkan metode pelaksanaan dibagi kedalam tiga tahap, yaitu tahap awal, pelaksanaan, dan evaluasi.</p>
|
0 |
2021 |
PENINGKATAN PEMAHAMAN SISWA SMA FUTUHIYAH MRANGGEN TERHADAP TINDAK PIDANA KORUPSI
(Muhammad Iftar Aryaputra, Efi Yulistyowati)
DOI : 10.26623/kdrkm.v1i1.2414
- Volume: 1,
Issue: 1,
Sitasi : 0 27-Jun-2020
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
<p>Korupsi merupakan permasalahan bagi bangsa ini. Perbuatan yang merusak sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai bangsa yang dikaruniai kekayaan alam yang melimpah, seharusnya rakyat hidup dalam kesejahteraan dan kemakmuran. Realitasnya, masih banyak rakyat Indonesia yang hidup di bawah garis kemiskinan. Sebagai suatu kejahatan yang luar biasa, korupsi harus diberantas dengan cara-cara yang luar biasa pula. Pencegahan korupsi harus dilakukan sedini mungkin. Pembiasaan sejak usia dini terhadap perilaku anti korupsi, diharapkan menjadi benteng untuk tidak melakukan korupsi pada masa depan. Generasi muda sebagai generasi penerus, pemegang estafet kepemimpinan di masa datang, memiliki peranan yang strategis dalam pemberantasan korupsi. Mata rantai korupsi yang sudah sangat kuat harus mampu diputus oleh generasi muda. Oleh karena itu, peranan generasi muda sangat penting dalam upaya memutus mata rantai korupsi. Permasalahan dalam kegiatan ini berkaitan dengan beberapa hal, yaitu pertama, rendahnya pemahaman terhadap aspek yuridis korupsi. Kedua, rendahnya pemahaman terhadap tindak pidana korupsi. Ketiga, rendahnya kepedulian siswa terhadap korupsi di lingkungan sekitar. Metode pelaksanaan kegiatan ini pada dasarnya dibagi menjadi tiga katagori, pertama, pra kegiatan, yang dimulai dengan proses administrasi perijinan dan survei lokasi kegiatan. Kedua, pelaksanaan kegiatan yang dilakukan dengan pemberian kuesioner dan ceramah. Ketiga, evaluasi kegiatan. </p>
|
0 |
2020 |
Tanggung Jawab Kurator Dalam Pemberesan Terhadap Hak Pekerja Selaku Kreditur Preferen Berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013
(Dewi Tuti Muryati, Muhammad Iftar Aryaputra, Dhua Putra Pradiendi)
DOI : 10.26623/humani.v5i3.1436
- Volume: 5,
Issue: 3,
Sitasi : 0 22-Jun-2019
| Abstrak
| PDF File
| Resource
| Last.09-Jul-2025
Abstrak:
Kepailitan sebagai salah satu sarana hukum pada pada hakikatnya tidak hanya bertitik tolak pada penyelesaian pembayaran utang kepada para kreditur krediturnya tetapi selain itu terdapat kewajiban kewajiban lain bagi perusahaan yang harus dilaksanakan yaitu terkait dengan para karyawan dimana perusahaan berkewajiban membayar upah .Yang dikaji dalam penulisan ini adalah bagaimana tanggung jawab kurator dalam pemberesan terhadap hak pekerja selaku kreditur preferen berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 67 Tahun 2013. Penulisan hukum ini adalah penelitian hukum empiris yang bersifat diskritif analisis yaitu dengan mengkaji dan menganalisis terkait hukum kepailitan . Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan , dalam kepailitan memiliki tanggung jawab untuk memenuhi hak karyawan , termasuk upah maupun hak hak karyawan lainnya . Setelah dinyatakan pailit, kurator sebagai pihak yang melakukan pemberesan harta pailit memiliki tanggung jawab agar selama proses pemberesan harta pailit , kedudukan karyawan sebagai kreditur preferen terlindungi hak-haknya sesuai dengan Undang-Undang yang memberikan para karyawan hak istimewa untuk di dahulukan pembayaran utang-utangnya . Bankruptcy as one of the means of law is essentially not only based on the settlement of debt payments to the creditors - creditors but in addition there are other obligations for the company that must be implemented that is related to the employees where the company is obliged to pay wages. Which is reviewed in writing this is how the responsibility of the curator in the imposition of the right of the worker as the preferred creditor based on the decision of the constitutional court number 67 of 2013. The writing of this law is an empirical legal research that is discrete in the analysis that is by reviewing and analyzing related bankruptcy law. Based on the results of research and discussion, in bankruptcy has a responsibility to fulfill the rights of employees, including wages and other employee rights. Having been declared bankrupt, the curator as the party making the bankruptcy property has the responsibility that during the process of securing the bankrupt property, the employee's position as the preferred creditor shall be protected his rights in accordance with the Law which grants the privileged employees to pre- pay the debts.
|
0 |
2019 |