Pelestarian dan pemajuan budaya di Indonesia didasarkan pada Undang-Undang Cagar Budaya No. 11 Tahun 2010 dan Undang-Undang Pemajuan Kebudayaan No. 5 Tahun 2017. Salah satu langkah konkret yang dapat dilakukan untuk melestarikan budaya adalah melalui pendokumentasian dan rekonstruksi digital dari penemuan-penemuan sejarah. Paguyuban Bawarasa Pametri Budaya (BPB) di Malang Raya berpendapat bahwa dokumentasi dan rekonstruksi digital benda-benda Cagar Budaya memiliki nilai penting, baik dari segi arkeologi maupun pengembangan teknologi 3D untuk rekonstruksi artefak. Pemanfaatan teknologi digital dalam upaya pelestarian budaya di Indonesia masih minim, terutama di kalangan budayawan. Teknologi 3D telah digunakan secara luas dalam digitalisasi cagar budaya menjadi penting, ketika benda-benda cagar budaya yang ditemukan banyak yang dalam kondisi tidak utuh. Teknologi 3D memungkinkan rekonstruksi artefak tanpa merusak benda aslinya dan tidak memindahkan posisi benda cagar budaya. Teknologi ini juga efisien dari segi waktu dan biaya, serta menghasilkan data digital yang presisi. Pengabdian masyarakat ini merupakan Penerapan Teknologi sebagai upaya membantu mitra yaitu peguyuban BPB menghadapi kendala terkait sistem manajemen data benda-benda Cagar Budaya, serta transfer teknologi dalam pengambilan citra dan reorganisasi data.