Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna simbolik dui’ menre’ dalam adat pernikahan masyarakat Bugis dan bagaimana agama Islam memaknai adat tersebut. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan mengumpulkan data melalui observasi, wawancara dengan lima orang informan, dan sejumlah artikel ilmiah yang relevan. Temuan penelitian ini menunjukkan pentingnya simbolis dui’ menre’ dalam pernikahan Bugis sebagai tanda kesungguhan dan kerja keras seorang pria dalam melamar seorang wanita. Pekerjaan calon pengantin perempuan, status sosial, tingkat pendidikan, kondisi fisik, dan faktor-faktor lain memainkan peran penting dalam menentukan berapa banyak dui’ menre’ yang pantas diberikan. dui’ menre’ dan mahar merupakan hal yang berbeda. Meskipun keduanya diwajibkan, dui’ menre’ tidak sama dengan mas kawin karena menurut adat masyarakat Bugis, dui’ menre’ adalah sebuah kewajiban, sedangkan mas kawin adalah sebuah kewajiban menurut tradisi Islam. Dari sudut pandang Islam, seorang pria tidak diwajibkan untuk memberikan dui’ menre’, melainkan hanya diharapkan untuk memberikan mahar kepada wanita yang akan dinikahinya. Tradisi ini diperbolehkan selama tidak memberatkan dan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, meskipun tidak diatur oleh hukum Islam. Agar pernikahan dapat berlangsung dengan baik dan damai, masyarakat harus menyeimbangkan antara tradisi dan ajaran agama.