Film Kartini: Princess of Java (2017), yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo, menggambarkan perjuangan Raden Adjeng Kartini dalam menghadapi norma sosial patriarkal di masyarakat feodal Jawa pada masa kolonial. Melalui pendekatan sosio-linguistik, penelitian ini bertujuan menganalisis bagaimana bahasa digunakan untuk mencerminkan ketimpangan gender sekaligus menjadi alat perjuangan bagi perempuan. Pendekatan kualitatif dengan analisis deskriptif digunakan dalam penelitian ini, dengan data utama berasal dari dialog dan narasi dalam film serta data sekunder berupa literatur tentang gender, budaya Jawa, dan teori sosio-linguistik. Data dikumpulkan melalui observasi dan analisis dialog yang mencerminkan perbedaan bahasa gender. Hasil analisis menunjukkan bahwa bahasa dalam film ini mencerminkan struktur sosial patriarkal yang memengaruhi pola komunikasi berdasarkan gender. Karakter laki-laki, seperti ayah Kartini, menggunakan bahasa formal dengan nada otoritatif untuk menegaskan otoritas mereka, sementara perempuan menggunakan bahasa yang lebih lembut dan tunduk, mencerminkan subordinasi. Kartini, sebagai tokoh utama, menunjukkan penggunaan bahasa yang progresif, memadukan penghormatan terhadap tradisi dengan keberanian menyuarakan ide-idenya terkait emansipasi perempuan. Film ini juga memperlihatkan bagaimana Kartini menggunakan bahasa sebagai alat untuk memberdayakan perempuan di sekitarnya melalui pendidikan dan surat-suratnya. Kesimpulannya, bahasa dalam film ini bukan hanya mencerminkan norma sosial yang ada, tetapi juga menjadi medium bagi Kartini untuk menantang patriarki dan mendorong perubahan sosial. Penelitian ini berkontribusi pada pemahaman hubungan antara bahasa, gender, dan kekuasaan dalam konteks budaya Jawa dan relevansinya untuk analisis media lain.