Abstract
Penelitian ini ditujukan untuk menganalisis kekosongan hukum dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) terkait regulasi kecerdasan buatan (AI) di Indonesia dalam konteks deepfake. Penelitian ini dilatarbelakangi dengan adanya beberapa aturan tentang AI, regulasi ini belum cukup mengatur secara menyeluruh, terutama terkait aspek teknis, pelaksanaan, dan pengawasan AI. Maka, pengkajian untuk menganalsis lebih lanjut atas urgensi reformulasi UU ITE dikarenakan belum adanya peraturan spesifik yang mampu menutup kekosongan hukum terkait deepfake. Reformulasi UU ITE menjadi kebutuhan mendesak untuk mengatasi ancaman deepfake, teknologi manipulasi konten berbasis AI yang semakin marak di Indonesia, deepfake menciptakan konten manipulatif tanpa persetujuan korban, sehingga menimbulkan kerugian psikologis, stigma sosial, dan tantangan serius dalam privasi serta keamanan. Adapun penelitian ini termasuk ke dalam penulisan yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan pendekatan perundang-undangan melalui analisis undang-undang dan peraturan turunannya dan pendekatan komparasi melalui analisis pengaturan EU AI Act dan China untuk memberikan saran reformulasi. Hasilnya menunjukkan adanya kekosongan hukum yang belum mengatur AI secara spesifik, yang berisiko pada penyalahgunaan teknologi dan menghambat kepastian hukum. Maka dengan membandingkan pengaturan EU dan China AI Act, temuan utama mencakup kebutuhan untuk mengadopsi prinsip-prinsip dasar dari EU AI Act, seperti transparansi, keamanan, dan keadilan, serta klasifikasi risiko untuk sistem AI. UU ITE saat ini belum mengatur aspek-aspek penting seperti labelling, mekanisme pelaporan, dan pengawasan terhadap risiko tinggi dalam sistem AI, serta disarankan untuk membentuk badan pengawas yang bertanggung jawab atas pengelolaan risiko AI.