Abstract
Penelitian ini mengkaji urgensi sertifikat keandalan privasi dalam mengatasi kebocoran data pribadi yang semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Di Indonesia, kasus kebocoran data telah meningkat secara signifikan, dengan hampir 160 juta data pribadi terekspos sejak 2004. Hal ini berdampak serius terhadap individu dan bisnis, termasuk risiko pencurian identitas dan penurunan kepercayaan publik terhadap sistem elektronik. Meskipun Undang-Undang No. 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi telah diberlakukan, implementasi regulasi dan mekanisme perlindungan masih belum optimal. Penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif untuk menganalisis kedudukan hukum sertifikat keandalan privasi berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun 2014 tentang Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian serta kewajiban hukum penyelenggara sistem elektronik dalam menerapkan standar keamanan data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sertifikat keandalan privasi belum menjadi persyaratan wajib bagi operator sistem elektronik non-strategis di Indonesia, berbeda dengan praktik di negara-negara maju yang telah mewajibkan sertifikasi serupa untuk meningkatkan keamanan siber. Diperlukan percepatan adopsi sertifikat keandalan privasi sebagai standar nasional (SNI) untuk memastikan perlindungan data pribadi yang lebih kuat, meningkatkan transparansi, serta memberikan kepastian hukum bagi penyelenggara sistem elektronik dan pengguna.