Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk memberi perspektif pelindungan data pribadi anak yang berhadapan dengan hukum di dunia siber sebagaimana diatur dalam Pasal 19 jo Pasal 97 Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Diharapkan penelitian ini membentuk perspektif baru menakar peran dan tanggung jawab hakim melindungi data pribadi anak di dunia siber yang selama ini kurang terdefinisikan secara hukum. Permasalahan hukum penyebab dilakukannya penelitian ini adalah adanya kekurangjelasan makna pada frasa setiap orang dalam Pasal 19 j.o Pasal 97 UU SPPA. Kurang jelas bahwa hakim termasuk dalam makna frasa setiap orang. Sehingga, hakim pun menjadi subjek hukum yang mematuhi dan dapat dikenakan sanksi, atau dimintai pertanggungjawaban pidana berdasarkan pasal tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif atau doktriner. Digunakan pendekatan perundang-undangan, pendekatan kasus dan pendekatan konseptual. Analisis bersifat kualitatif. Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa meskipun hakim tidak dianggap sebagai subjek hukum yang melindungi data anak di dunia siber, terdapat implikasi moral dalam praktik agar menyesuaikan amanat Pasal 19 j.o Pasal 97 UU SPPA terkait perlindungan identitas anak. Penelitian ini diharapkan membawa dampak reformatif bagi praktik peradilan yang lebih melindungi data pribadi anak yang berhadapan dengan hukum di dunia siber. Hakim tidak lagi terkesan dikecualikan dari pertanggungjawaban pidana dalam pasal tersebut. Identitas anak yang berhadapan dengan hukum diperhatikan hakim untuk tidak dicantumkan dalam putusan pengadilan yang melarang hal itu sebagaimana rumusan Pasal 19 j.o Pasal 97 UU SPPA.