Tujuan penelitian ini untuk memahami dan menganalisis keabsahan, pemberian ijin oleh hakim, kendala dan solusi terhadap pemeriksaan saksi sebagai alat bukti perkara pidana yang disiarkan langsung melalui media televisi. Pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi sebenarnya melanggar Pasal 159 ayat (1) KUHAP yang melarang saksi saling berhubungan, karena calon saksi dapat mengetahui proses pemeriksaan saksi sebelumnya melalui media televisi. Penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif. Kebaruan dalam penelitian ini dengan menggunakan teori keadilan hukum, teori kemanfaatan hukum, dan teori kepastian hukum sebagai acuan. Pertama, pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi memiliki keabsahan dengan harus mengucapkan sumpah terlebih dahulu sesuai Pasal 160 ayat (3) dan (4) KUHAP, serta keterangannya memiliki keterkaitan dengan alat bukti lain sesuai Pasal 185 ayat (6) KUHAP. Kedua, pemberian ijin oleh hakim terhadap proses pemeriksaan saksi sebagai alat bukti yang disiarkan langsung melalui media televisi didasari asas persidangan terbuka untuk umum, dengan tujuan untuk menjamin supaya pemeriksaan berjalan secara objektif. Ketiga, kendala pemeriksaan alat bukti saksi yang disiarkan langsung melalui media televisi antara lain, belum adanya regulasi hukum yang mengatur, calon saksi akan dapat melihat pemeriksaan saksi sebelumnya melalui media televisi, saksi akan mendapatkan ancaman atau teror dari pihak tertentu setelah memberikan keterangan. Diperlukan pembaharuan hukum yang mengatur proses persidangan perkara pidana yang disiarkan langsung melalui media televisi guna kepastian hukumnya.