Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk menggagas penghidupan kembali prorogasi dalam hukum acara perdata di Indonesia dan juga merancang model yang ideal untuk diterapkan. Sejatinya seluruh proses peradilan di Indonesia harus berpedoman dan menerapkan prinsip peradilan yang sederhana, cepat, dan biaya ringan. Prinsip tersebut penting diterapkan guna memberikan kepastian hukum dalam waktu yang singkat dan juga menjadikan pengadilan sebagai sarana yang terjangkau bagi seluruh pihak. Namun, pada praktiknya proses peradilan perdata di Indonesia masih cenderung lamban dan berbelit-belit sehingga kerap kali menyulitkan para pencari keadilan. Mahkamah Agung kemudian membuat lembaga gugatan sederhana guna menyelesaikan perkara yang nilai gugatannya tidak terlalu besar dengan efisien dan mengurai banjir perkara di Mahkamah Agung. Namun, gugatan sederhana hanya dapat digunakan untuk perkara-perkara tertentu sehingga ruang lingkup perkaranya sangat terbatas, gugatan sederhana juga tidak mampu mengurai penumpukan perkara di Mahkamah Agung secara signifikan. Sehingga dibutuhkan solusi guna mengatasi masalah peradilan dalam perkara perdata biasa dan juga untuk mengurangi penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Prorogasi yang sudah tidak lagi dipraktekan dapat mempersingkat proses peradilan, yang kemudian dapat menurunkan penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif yang dilakukan dengan metode studi kepustakaan. Hasil penelitian menunjukan prorogasi dapat diterapkan guna mewujudkan peradilan sederhana, cepat, dan berbiaya ringan pada perkara perdata biasa dan juga dapat mengurai penumpukan perkara di Mahkamah Agung. Penerapan prorogasi dalam hukum acara perdata modern Indonesia memerlukan beberapa modifikasi guna menyesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan zaman yang ada. Modifikasi tersebut mencakup penyederhanaan persyaratan gugatan dan upaya hukum serta pengintegrasian e-court sebagai sarana pelaksana.