Abstract
Industri farmasi sebagai pelaku usaha memiliki kewajiban untuk memenuhi hak atas kesehatan, terutama bagi anak-anak. Namun, kasus Gangguan Ginjal Akut (AKI) pada anak di Indonesia dengan 324 kasus dalam waktu kurang dari setahun menunjukkan adanya pelanggaran hak kesehatan dan hak hidup anak. Fakta persidangan mengungkap adanya pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang bersifat sistematis dan meluas, sehingga industri farmasi yang terlibat harus bertanggung jawab. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji pemenuhan unsur-unsur pelanggaran HAM berat oleh industri farmasi dalam memproduksi obat-obatan yang terkontaminasi bahan berbahaya dan beracun serta bagaimana beban pertanggungjawaban pidana terhadap korporasi yang terlibat. Penelitian ini menerapkan metode penelitian hukum normatif dengan jenis pendekatan penelitian perundangan-undangan yang mengkaji beberapa peraturan hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan korporasi memenuhi unsur kejahatan terhadap kemanusiaan dalam UU Pengadilan HAM sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban pidana. Namun, masih terdapat hambatan dalam menegakkan hukum terhadap korporasi. Namun, prinsip pertanggungjawaban pidana individu menjadi hambatan dalam menegakkan hukum terhadap korporasi. Oleh karena itu, diperlukannya pembaharuan hukum untuk memperkuat pengawasan farmasi serta menetapkan pidana korporasi yang lebih efektif, seperti pidana denda sebagai pidana utama, pembekuan atau pencabutan izin usaha, serta sanksi tambahan seperti perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana, pembubaran korporasi, dan larangan bagi pengurus korporasi untuk mendirikan perusahaan baru di bidang yang sama.