This research aims to analyze the implementation of asset forfeiture resulting from criminal acts in Indonesia and compare it with implementation in Australia from a responsive legal perspective. The results of this comparison are expected to provide solutions to the problem of implementing asset forfeiture in Indonesia. This research needs to be discussed more because the practice of asset forfeiture in Indonesia cannot recover state financial losses. The research method used in this study is a normative juridical research method using legal comparisons. The novelty of this study is to compare the implementation of non-conviction based asset forfeiture in Australia and add examples of criminal cases. This research concluded that the asset forfeiture with criminal forfeiture in Indonesia implemented based on existing laws and regulations have not been able to accommodate the social needs of the community in the return of state financial losses, as practiced in Australia. Therefore, Indonesia needs to establish a law on non-conviction based asset forfeiture whose regulatory material refers to the 36 (thirty-six) key concepts of non-conviction based asset forfeiture. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia dan membandingkannya dengan pelaksanaan di Australia ditinjau dari perspektif hukum responsif. Hasil perbandingan ini diharapkan memberikan solusi atas permasalahan pelaksanaan perampasan aset di Indonesia. Penelitian ini dilatarbelakangi oleh praktik pelaksanaan perampasan aset hasil tindak pidana di Indonesia yang tidak dapat mengembalikan kerugian keuangan negara. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian yuridis normatif dengan menggunakan perbandingan hukum. Kebaruan dari penelitian ini adalah dengan membandingkan pelaksanaan perampasan aset tanpa pemidanaan di Australia serta menambahkan contoh kasus tindak pidana. Penelitian ini menyimpulkan bahwa perampasan aset dengan pemidanaan atau criminal forfeiture di Indonesia yang dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku saat ini belum dapat mengakomodir kebutuhan sosial masyarakat dalam pengembalian kerugian keuangan negara, sebagaimana dipraktikkan di Australia. Indonesia perlu membentuk suatu peraturan perundang-undangan perampasan aset tanpa pemidanaan yang materi pengaturannya mengacu pada 36 (tiga puluh enam) konsep kunci perampasan aset tanpa pemidanaan.