Abstract
Tujuan pada penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengetahui penerapan parliamentary threshold dalam UU No. 7 Tahun 2017 dan Putusan MK Nomor 116/PUU-XIX/2023 serta mengevaluasi apakah penerapannya memenuhi asas keadilan. Hal ini dilatarbelakangi oleh penerapan ambang batas parlemen yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2027 tentang Pemilihan Umum dan ditegaskan kembali melalui Putusan MK Nomor 116/PUU-XIX/2023 yang dianggap tidak memenuhi asas keadilan dan melanggar Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Urgensi penelitian ini ialah memberikan kejelasan secara hukum mengenai parliamentary threshold yang dimaksudkan untuk menjaga kualitas representasi di parlemen dalam praktiknya justru menciptakan permasalahan ketidakadilan bagi partai-partai yang tidak mampu memenuhi ambang batas tersebut. Kebaruan dalam penelitian penulis ini adalah menunjukkan bahwa penerapan parliamentary threshold dapat mereduksi keberagaman pilihan politik dan memengaruhi keadilan representasi. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode normatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan parliamentary threshold dalam UU No. 7 Tahun 2017 dan Putusan MK Nomor 116/PUU-XIX/2023 mencerminkan upaya MK mempertimbangkan asas keadilan. Menyatakan ambang batas tetap diperlukan, tetapi harus ditinjau untuk memastikan representasi yang lebih proporsional dan demokratis. Hal tersebut sejalan dengan konsep keadilan menurut filsuf-filsuf yang memandang peninjauan ambang batas juga bertujuan memberi kesempatan bagi pihak yang kurang terwakili, mendukung prinsip justice as fairness serta mencapai keadilan yang memungkinkan parliamentary threshold masa depan ditetapkan berdasarkan kedaulatan rakyat.