Abstract
Penelitian ini bertujuan untuk membahas tentang kekuasaan presiden dalam pembentukan kabinet. sehubungan dengan adanya perubahan Undang-Undang No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian). Salah satu pokok perubahan pada undang-undang tersebut yaitu Pasal 15 terkait jumlah keseluruhan kementerian, yang semula dibatasi paling banyak 34 kementerian berubah menjadi sesuai kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan oleh Presiden. Dalam norma tersebut tidak diatur secara eksplisit mengenai jumlah keseluruhan kementerian. Hal itu memang kompatibel atau sejalan dengan sistem pemerintahan presidensial yang dianut secara tegas oleh Indonesia pasca amandemen konstitusi tahun 2002. Permasalahan yang timbul dari perubahan norma tersebut terkait implikasi pada penambahan jumlah kementerian yang mana berhubungan dengan tata kelola pemerintahan. Perubahan pasal ini mengacu pada legalistik bukan prerogatif sebab jika prerogatif jumlah kementerian tidak perlu diatur dalam UU. Pembentukan kabinet tersebut merupakan salah satu kekuasaan yang dimiliki oleh Presiden dalam sistem pemerintahan presidensial. Metode penelitian menggunakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan konseptual, pendekatan perbandingan dan pendekatan undang-undang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perubahan norma pada UU Kementerian sudah sesuai dengan sistem pemerintahan presidensial. Namun, keleluasaan presiden dalam pembentukan kabinet harus mempertimbangkan profesionalisme, integritas dan track record calon menteri sehingga tidak sekedar mengakomodasi kepentingan politik jangka pendek.