Tulisan ini hendak membahas tentang pengaturan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dalam instrumen Peraturan Presiden atau Undang-Undang. Penulisan ini bertolak dari kenyataan bahwa pengaturan mengenai Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah dituangkan dalam Peraturan Presiden Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sementara Peraturan Presiden tersebut tidak memiliki payung hukum berupa delegasi dari Undang-Undang Penelitian ini merupakan penelitian hukum dengan pendekatan statute approach dan conceptual approach. Hasil menunjukkan bahwa: (1). Undang-undang yang menjadi dasar hukum dalam Perpres PBJP ternyata tidak mendelegasikan sama sekali mengenai pengaturan PBJP. Dengan demikian Perpres PBJP menggunakan delegasi implisit, model delegasi seperti ini menyalahi teori dan hukum perundang-undangan sebab hukumnya menentukan bahwa delegasi harus eksplisit. (2). Walaupun secara asas bertentangan dengan prinsip delegasi eksplisit tetapi keberadaan Perpres PBJP dapat ditoleransi berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (UU P3). (3). Dalam Pasal 78 ayat (4) Perpres PBJP ditemukan pengaturan mengenai sanksi dimana pengenaan sanksi seharusnya diatur ke dalam undang-undang. Ketika materi muatan Perpres adalah materi muatan undang-undang maka materi demikian seyogianya diatur dengan undang-undang.