(Henny Saida Flora, Tiromsi Sitanggang, Berlian Simarmata, Ica Karina)
- Volume: 8,
Issue: 2,
Sitasi : 0
Abstrak:
The purpose of this study is to analyze the application of restorative justice in cyber crime, especially for victims of cyber crime. This research is a normative legal research with a concept and statutory approach. The results of the study confirm that the manifestation of protecting the rights of victims of restorative justice-based cyber crime can actually be carried out by providing assistance, facilitation, and compensation which are considered more relevant and essential to fulfilling victims' rights. This is considered more relevant when compared to the orientation to catch perpetrators of cyber crimes which tend to be more difficult and on the one hand are also not able to fulfill the rights of victims who are reduced as a result of a cyber crime. Therefore, restorative justice efforts that emphasize recovery and compensation for victims are relevant to efforts to ensure the protection of the rights of victims of cyber crime. The implementation of the protection of the rights of victims of restorative justice-based cyber crimes can be carried out by revising the ITE Law and its amendments by adding a restorative justice orientation as the first step to provide protection for the rights of victims of cyber crimes. Apart from that, revisions also need to be made to the PDP Law, especially in the absence of provisions for a time limit for the establishment of implementing regulations for compensation mechanisms. In addition to revising the PDP Law to provide a time limit for the formation of implementing regulations, the President can also immediately pass Government Regulations related to technical compensation for cyber crimes. Tujuan penelitian ini yaitu menganalisis penerapan keadilan restoratif dalam tindak pidana cyber khususnya bagi korban tindak pidana cyber. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif dengan pendekatan konsep dan perundang-undangan. Analisis dilakukan secara kualitatif-preskriptif yang hasil akhirnya berupa solusi hukum atas isu hukum yang dikemukakan dalam penelitian ini. Hasil penelitian menegaskan bahwa manifestasi perlindungan hak korban tindak pidana cyber berbasis keadilan restoratif sejatinya dapat dilakukan dengan memberikan pendampingan, fasilitasi, serta ganti rugi dianggap lebih relevan dan esensial untuk memenuhi hak-hak korban. Hal ini dianggap lebih relevan jika dibandingkan dengan orientasi untuk menangkap pelaku tindak pidana cyber yang cenderung lebih sulit serta di satu sisi juga tidak secara substantif dapat memenuhi hak-hak korban yang tereduksi akibat suatu tindak pidana cyber. Oleh karena itu, upaya keadilan restoratif yang menekankan pemulihan dang anti rugi bagi korban relevan dengan upaya untuk menjamin perlindungan hak korban tindak pidana cyber. Implementasi perlindungan hak korban tindak pidana cyber berbasis keadilan restoratif dapat dilakukan dengan melakukan revisi atas UU ITE beserta perubahannya dengan menambahkan orientasi keadilan restoratif sebagai langkah awal untuk memberikan perlindungan hak korban tindak pidana cyber. Selain itu, revisi juga perlu dilakukan pada UU PDP, khususnya dengan tidak terdapatnya ketentuan limitasi waktu dibentuknya peraturan pelaksana mekanisme ganti rugi. Selain merevisi UU PDP untuk memberikan limitasi waktu dibentuknya peraturan pelaksana, Presiden juga dapat secepatnya mengesahkan Peraturan Pemerintah yang berkaitan dengan teknis pemberian ganti rugi atas tindak pidana cyber.